Sabtu, 15 November 2014

(Satu Berita Buruk Untuk Negara)


  (mereka berhak marah)                                                                                                               
Oleh : Jhaihan Farah Nabila (Mahasiswa Universitas Pancasila)

Perilaku agresif atau menyakiti orang lain baik secara verbal (mengejek, mencela, berkata-kata kasar, bullying , dsb) ataupun non verbal (memukul, menyebarkan teror, dsb) merupakan tindakan melanggar hukum karena salah satu pihak diantaranya dirugikan dan tidak menginginkan tindakan agresif ini.
Sayang nya perilaku ini lagi-lagi menjadi momok yang menakutkan bagi bangsa kita yang memang moral nya kian hari kian menipis. Secara kualitas kasus agresif bahkan menungjukkan peningkatan diantaranya kualitas menggunakan senjata saat tawuran bukan lagi menggunakan batu tapi samurai, bukan hanya pada masyarakat tanpa intelektual tapi kaum intelektual sekelas pelajar pun banyak menjadi pelaku perilaku agresif dalam setting grup maupun individual.
Pertanyaan terbesar terbesit dalam benak saya adalah dimana harmoni yang selalu ada dalam budaya kolektif? Mengapa mereka merusak moral mereka dan media malah menjadikannya konsumsi anak-anak karena terus saja mengulangnya dalam tayangan berita?
Tak ada yang bisa disalahkan ketika memang moral sudah rusak akhirnya manusia hanya dikuasai oleh nafsu tanpa akal.
Baru –baru ini, ya baru-baru ini ada cerita dari Negara ku di Sulawesi sana tempat para kaum intelektual menimba ilmu di keroyoki para penegak hukum berseragam di dalam kampus.
Mungkin peristiwa ini bisa kita sebut perilaku agresif, dimana unsur-unsurnya yang terpenuhi adalah adanya korban, korban tidak menginginkan perilaku agresif tersebut, dan adanya pihak yang menyakiti.
Rusak sudah reputasi dari para penegak hukum ini ,  memang.
Makin buruk sudah citra mereka di mata para masyarakat, tentu.
Terpuruk sudah mental mereka para  penegak hukum, bisa begitu.

Seperti itu lah  kira nya kutukan dari beberapa lapisan masyarakat pada penegak hukum ini, mereka yang mengutuk itu bukan hanya para korban tapi masyarakat yang hanya tahu kabar lewat media pun ikut bersumpah serapah seolah tak mau paham.
Kusebut alasan mereka yang tidak tahu ikut menghujat  adalah karena adanya priming effect ini terjadi karena adanya akumulasi pemahaman negatif terhadap penegak hukum berseragam cokelat tua dari masyarakat. Fenomena priming effect ini tak ayal karena beberapa oknum penegak hukum berseragam cokelat sendiri yang membentuk beberapa kesan negatif di masyarakat contohnya “polisi tukang tilang” , “polisi ga punya duit”, “polisi galak tukang sidang”, “sipil bersenjata sok galak” , begitu kira-kira kesan untuk para penegak hukum yang dibentuk masyarakat. Ini tak salah karena jika ditinjau dari tugas para polisi sendiri memang untuk melayani, mengabdi kepada masyarakat Negara malah seolah-olah jadi monster yang  ditakuti karena beberapa oknum menyalah gunakan wewenang.
Saling tidak percaya, saling menyalahkan, ada yang ditakuti, ada yang ditindas, bukankah itu semua apa yang dilakukan para kapitalis? Kita bukan kapitalis, dan tidak akan pernah jadi kapitalis.
Seperti composer musik yang memahami bagaimana membuat nada-nada terpisah menjadi harmoni dalam lagu. Seperti itu lah Dunia dibuat untuk saling memahami, dengan memahami tidak ada yang berasumsi, menghujat, menilai sebelah tangan, karena satu kata memahami.

Para penegak hukum itu mungkin memiliki alasan mengapa mereka berprilaku demikian. Jika kita pandang dengan mata tertutup memang apa yang dilakukan mereka tak bermoral dan tak sepantasnya penegak hukum menginjak-injak hukum. Jika bangsa kita memang dibesarkan karena kesatuan dan toleransi, maka tak seharusnya menilai dengan mata tertutup.
Manusia berlaku dengan motif. Manusia berlaku dengan motif. Hanya kadang motif menguasai kesadaran dan hilangkan kendali diri.
Para penegak hukum yang bertugas hanya dengan gaji seadanya, jauh dari para pemimpin yang setiap hari nya duduk seperti raja-raja jawa di ruangan sejuk yang digaji dolar.
Para kaum intelektual dengan almamater nya menyuarakan demokrasi sebagaimana yang mereka yakini saja, mereka berteriak menyalahkan para penguasa atas keputusan mereka yang memberatkan rakyat, tak ada salahnya memang demonstrasi jika itu memang karena kritis mu tapi tidak untuk golonganmu, suara kaum intelektual memang bisa jadi yang paling didengar oleh para penguasa itu, tapi kalau memang intelektual berlaku lah sebagaimana kaum intelektual mengkritisi pemimpinnya.
Tak ada yang contohkan kaum intelektual untuk menjadi perusak fasilitas umum
Tak ada yang contohkan kaum intelektual berteriak dengan bahasa yang tak indah
Beberapa bahkan harus jadi korban saat demokrasi disuarakan oleh oknum pencoreng citra kaum intelektual.

Mereka para penegak hukum sebetulnya sudah terlalu jenuh dengan tugas mereka walau hanya menertibkan sekedar jalan padahal manusia yang justru berdasi yang saling srobot setiap pagi dan sore.
Gaji mereka pun bukan dollar, lalu harus mereka bagi dengan anak dan istri mereka di rumah, belum lagi sudah menjadi hobi memang sesuatu yang tidak sesuai porsi terjadi di Indonesia.
Setiap aksi merusak, setiap merusak penegak hukum dianggap tak becus hadapi mahasiswa.
Setiap aksi jatuh korban, setiap jatuh korban keluarga menuntut dan mengutuk penegak hukum dengan kata-kata tak humanis.




Tak ada salahnya sesekali mereka frustasi, mereka yang kumaksudkan adalah para penegak hukum tadi.
Ketika frustrasi karena mereka manusia merekapun memiliki dorongan yang bisa dipandang manusiawi untuk menyakiti pihak lain, atau pihak yang kumaksud disini adalah mahasiswa. (Teori Frustasi Agresi, Baron& Bryne, 2010).
Lihat dirimu jika tidak percaya saat frustasi apa yang dilakukan? Apakah terus sabar, semut pun diinjak sebelum mati masih bisa menyengat atau menggigit karena itu manusiawi.
Tak ada yang berusaha memahami ini karena semua hanya merasa menjadi pusat, menjadi benar dan ketika hasilnya negatif maka terus menganggap diri benar, tidak berusaha untuk paham, tak ada yang suruh kita jadi orang bijak tapi sedikit saja menjadi orang yang memahami.

Belum lagi media yang terus saja memberitakan ini sehingga kekesalan terus saja berkecamuk pada manusia-manusia yang memang sudah kena dampak priming ini, tak ada yang tahu kan kalau itu semua adalah cara para kapitalis mengadu domba. Merusak harmoni bagai biola tak berdawai. Mereka lakukan itu supaya kita saling membenci, saling menyalahkan tapi lupa untuk menyalahkan orang paling dekat yaitu diri sendiri.  
Semua selalu melihat kedepan tapi selalu tak melihat apa yang ada di balik cermin.
Kaum intelektual , mahasiswa kau memang dikehendaki untuk kritis pada permasalahan Negara mu tapi kritis mu haruslah dibarengi solusi tanpa merusak.
Penegak hukum, berusaha bertindak sesuai porsi kalau memang hukum itu demi tercapainya keadilan maka bertindaklah me-adil. Reputasi mu memang buruk tapi tak mustahil untuk jadi baik.



Media, berhentilah membuat opini yang tak seharusnya dibuat, berkatalah kejujuran karena Negara ini tidak hanya penuh dengan masalah , keindahan dan kejujuran pun masih banyak
Para cendekiawan seperti Gie, Wahid, Syahrir, Bung Karno, Hatta, mereka sudah tidak ada namun setidaknya mereka mewariskan ideologi yang jauh sekali dengan kenyataan bangsa kita adanya sekarang.
Mereka sudah tidak ada, sisa kehidupan sekarang hanya para PENGUASA yang tak tahu kapan sadar bahwa mereka tak berarti bisa kuasai hidup kita hanya dengan kebijakannya. Para intelektual yang lupa diri karena kritis lupa dengan moral, dan media yang terus menerus di paksa untuk menyajikan kebohongan agar lama-lama kami muak, rakyat-rakyat  yang bergelimangan harta dan rakyat-rakyat yang sengsara, dan para penegak hokum yang jujur dan oknumnya yang menginjak-injak hukum untuk mendapat  uang sekedar 50.000 sampai ratusan dollar..
Memang tak salah jika kita tak tahu karena itu kita harus lebih pintar dari para kapitalis, kita harus lebih radikal dari para zionis, kita harus lebih erat dari para komoditi.
Mahasiswa, berhenti merusak, kau kaum intelektual bukan perusak
Penegak hukum berhenti menginjak-injak hukum agar kau tak ditakuti dan dekat dengan kami
Para rakyat cintai apapun yang bangsa kita miliki, jika tidak ada berarti memang tidak ada jangan meminta yang seharusnya harus diusahakan sendiri. Negaramu kaya raya.
Sekarang, sekarang, sekarang!
Lir-ilir!

Sabtu, 26 Juli 2014

tulisan harian mahasiswa. bukan negarawan

Sekarang,

Aku tidak menemukan arti kesatuan dalam bangsa ku sendiri. Padahal bangsa ku bangsa yang berdiri karena kosepsi nya tentang persatuan dan kesatuan.
Setiap hari bangsa ini semakin jadi bangsa yang munafik.
Orang-orang yang teriakan kesatuan, kemanusiaan, keadilan, selalu berteriak atas nama gologannya saja
Orang-orang yang bicara paling keras soal kesatuan, toleransi, kepedulian, selalu bicara dengan nada mencibir seseorang yang bukan golongannya.
Aku aneh dengan Negara ini, kesatuan demi bangsa? Oh mungkin bangsa nya makin banyak, sama banyaknya dengan ideologi baru yang lahir dengan nama dan warna bendera nya nanti.
Kesatuan apa yang lahirkan banyak tiang diselimuti bendera kuning, merah, biru dan banyak lagi macamnya?
Kalau satu tujuannya, kenapa ideologi nya banyak juga?
Tak salah kan kalau aku bilang mereka munafik? Di bangsaku sendiri jaminan hidup mewah baru bisa terpenuhi setelah aku menjadi bagian dari salah satu ideologi mereka. Minimal aku akan menikmati uang lima puluh ribu kalau aku memberikan suara ku pada salah satu warna.

Aku kira mau merah, kuning, biru paling depan tidak ada masalah karena bukan posisi paling depan tujuan dari para pengabdi untuk Negara ini..
Makanya aku bilang pada tulisanku sebelumnya tentang “Demokrasi itu pesta rakyat” itu munafik dan hanya topeng. Yang benar itu pesta golongan yang didalamnya diikuti  rakyat yang hanya ikut mengibarkan warna-warna dan menegakkan tiang tadi dengan suara mereka saat pemilu.
Aku heran, terus saja heran ketika warna merah dan putih harus jadi dompleng untuk warna lain berkibar paling tinggi.

Ternyata hanya saat berteriak mereka berbicara soal kepentingan bangsa dan soal kesatuan, saat berbicara dan berlaku dalam kesehariannya yang mereka  selalu didasari golongannya sendiri.

Kemanusiaan ?
Apanya yang  kemanusiaan kalau jumlah berapa rakyat yang kelaparan di Negara sendiri saja tidak tahu ( Memandang sinis).
Patriotisme?
Ada memang, tapi bukan untuk Negara lagi. Karena yang aku lihat mereka hanya mau berkorban uang untuk memberi duit-duit dalam menutupi kebenaran, termasuk membungkam perut-perut rakyat dengan uang agar tidak meneriaki mereka saat mereka kebablasan.

Nasionalisme ?
Bagaimana nasionalisme itu lahir saat kita lupa akan akar kita sendiri, budaya-budaya dilelang habis oleh mode dengan alasan globalisasi, apapun yang tradisional dianggap kuno padahal seperti itulah Indonesia, nasionalisme “tai kucing” kalau mau bicara dengan pemimpin Negara sendiri saja harus bergulat dengan aparat.

Lihat bagaimana jepang membangun negaranya, mereka tidak punya pilihan lain selain berkorban. Keluar duit banyak saat ini bukan masalah Karena dikemudian hari Negara mereka jauh lebih baik dari sebelumnya.

Bagaimana bisa Negara ini dibangun dengan tujuan untuk kesatuan tapi golongan-golongan ini malah berlomba mencari posisi bukan mencari cara bagaimana Negara ini berdiri, di kaki sendiri.

Rakyat-rakyat dibuat hancur wawasannya tentang negaranya sendiri saat mereka harus sibuk dengan media sosialnya.
Aku sendiri tak bisa tahu kabar tentang Negara ku saat media-media ini dikuasai oleh golongan-golongan dan kabar Negara menjadi banyak versi.
Tidak ada pilihan selain memang bergerak. Menjadi kritis adalah hal mutlak yang bisa dilakukan oleh mahasiswa. Karena hanya mahasiswa dan seorang pelajar yang tahu bagaimana bahasa untuk berteriak.
Aparat mungkin akan bicara dengan senjata karena mereka memang hanya mendengar letupan senjata saat dilapangan tembak.
Rakyat kelaparan mungkin akan berteriak meminta makan dan teriakan mereka akan berhenti hanya dengan uang atau bahkan sepiring nasi.


Menurutku mahasiswa adalah lapisan pemuda yang paling tepat berteriak karena mereka yang tau bagaimana berbicara, tanpa menggurui tapi aspirasi tentang keadaan bangsa nya sendiri.
Mahasiswa jurusan ekonomi mungkin akan berbicara soal harga-harga yang semakin naik dengan hitungan mereka sendiri.
Mahasiswa hukum mungkin akan berbicara soal dasar Negara, ketidak adilan hukum dan pelanggarannya.
Mereka harusnya mengkritisi, berbicara dengan bahasa pendidikan mereka kalau ketidak adilan itu memang terjadi.

Generasi ku memang ditinggalkan banyak tanggung jawab lebih berat yang dihasilkan oleh generasi tua dengan golongannya yang merusak sekarang dan sebelumnya.

Tidak ada jalan lain selain kepedulian,
Tidak ada waktu lagi untuk perbaiki Negara lewat masuk golongan karena aku tak punya modal banyak untuk membeli suara seperti  yang generasi tua lakukan.
Aku tak salahkan generasi tua yang jadi pengacau atau yang mengacau, aku berterima kasih untuk menjadi tahu akan kesatuan saat golongan-golongan itu diciptakan oleh mereka.

Aku memang bukan Soekarno yang bisa pengaruhi dunia lewat pidatonya saja, aku juga bukan Syahrir, Hatta yang punya semangat untuk memberontak.  Generasiku bahkan sekarang bukan lagi melawan penjajah tapi melawan bangsa ku sendiri.
Melawan pemerintah dan golongan-golongan penguasa yang tak tahan kritik.
Dunia tidak akan jadi sarang lagi bagi pejuang-pejuang yang selalu lupa arah perjuangannya sendiri kalau kita punya kendali.
Kendali akan kekuasaan, uang, kejujuran, kekuatan, keserakahan.
Keinginanku sudah bulat untuk menghentikan kejadian hari ini agar aku tidak menjadi generasi yang termakan sejarah.
Saatnya untuk berkorban,  bukan lagi berharap keadilan pada mereka yang berjuang dengan golonganya saja.
Sekarang.

Oleh : Jhaihan Farah Nabila





Rabu, 23 Juli 2014

“catatan PESTA DEMOKRASI saat PEMILU PRESIDEN. ‘Katanya Demokrasi’ (Dari rakyat, oleh rakyat, tapi Untuk Siapa)”





Negara-ku aneh.
Konsepsi hanya tegak berdiri pada masa-masa lampau, dan tanpa membaca-pun yang merasa bagian di dalamnya ikut andil untuk mengamalkan-nya.

Masa sekarang, memang masa dimana aku hidup di masa depan. Instan, sarat akan teknologi, sarat akan kecerdasan itelektual tapi minim dengan nilai moral.

Konsepsi yang dibuat untuk dipahami, dulu. Sekarang hanya dicetak dengan kertas bersampul “Pancasila” dan butir-butir didalamnya yang hanya dibaca setiap hari senin. Itupun hanya pada gedung berseragam merah-putih, putih-biru, putih-abu, dan seragam lainnya. Digedung tempat-ku mencari ilmu kini gaungan orang membaca Pancasila tidak terdengar, kecuali memang dalam kelas filsafat.

Ketika aku benar-benar mengikuti kelas filsafat tentang ideologi ku mungkin aku akan memikirkan kenapa pancasila ini dibuat dan kenapa harus ada lima dan kenapa harus dimulai dengan bangsa yang berketuhanan yang satu.

Banyak orang kuliah tentang ideologi tapi kesehariannya selalu jauh dengan ideologi. Contohnya Negara-ku ini. Negara yang dibuat dengan asas gotong royong dengan bentuk kesatuan pada masa ku kini aku hanya melihat demokrasi yang kebablasan.

Baru-baru ini aku merasa sangat muak melihat orang mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin bangsa dan Negara yang kami tinggali. Ya, benar negaraku sedang pesta demokrasi. Merasa bangga karena bisa memilih siapa pemimpin dari Negara ini. Suara menjadi sangat murah karena bisa ditukar dengan uang selembar lima puluh ribu saja. Sadar tidak kalau kita jual suara kita dengan lima puluh ribu rupiah saja akan berdampak kerugian bermilyar-milyar karena aset Negara  harus dijual untuk menutupi hutang dari uang 50 ribu yang digunakan untuk membeli suara kita?

Aku memang menyetujui  jika pemimpin ini memang harus yang diinginkan. Tapi aku merasa merinding ketika harus pesta dengan uang dibalik tema demokrasi.

Belum lagi setelahnya. Yang tidak menang dan merasa rugi karena telah keluar modal banyak akan merengek-rengek ke Mahkamah Konstitusi dan berteriak tentang kecurangan, tapi tak mau berkaca kalau “Aku” saja tidak jujur.

Setelah itu. Aku dibuat muak dengan pemberitaan dari media satu ke media lain tentang kalian-kalian ini yang akan memimpin bangsa.

Aku kira Negara itu tempat untuk mengabdi. Ada atau tidaknya kekuasaan apa membuat kita tidak bisa mengabdi? Picik. Aku. Melihat banyak uang yang keluar percuma karena pesta demokrasi ini. Hanya karena membuat salah satu terpilih satu milyar habis.

Maka aku meragukan tentang demokrasi. Demokrasi yang benar dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat atau demokrasi yang dibelokkan dari rakyat, oleh rakyat, untuk siapa itu dibenarkan karena pancasila hanya sekedar dibaca hari senin.

Aku tak merasa pintar, hanya saja menyayangkan satu milyar itu habis karena digunakan untuk foto-foto yang kalian pajang di pinggiran jalan kota. Foto-foto itu lusuh dan akhirnya hanya bisa jadi alas tikar untuk tidur mereka yang seharusnya ikut berpesta, kalau memang demokrasi.

Kalau memang ini pestanya rakyat kenapa tak dibuat saja sekolah-sekolah keterampilan untuk bapak-bapak dan ibu-ibu dan para pemuda agar mereka bisa mengais uang tidak dari memungut sampah. Atau biarkan mereka-mereka rakyat yang memang berpesta ini berteduh diatas rumah bukan berselimutkan foto-foto dan janji-janji kalian.

Terlalu sulit memang mengurusi masalah Negara. Beda dengan bangsa yang memang masalahnya Cuma satu yaitu KORUPSI.
Korupsi ideologi, korupsi uang, korupsi kekuasaan, korupsi waktu, korupsi lain-lain.

Aku rasa yang seharusnya membaca pacasila bukan anak SD, SMP, SMA tapi kami-kami para mahasiswa dan kalian-kalian para sarjana, doctor, professor dan petinggi-petinggi ber-Safari.

Merasa bahwa Negara ini sudah ada pemerintahnya jadi cukup pemerintah saja yang urusi Negara ini. Terlalu singkat.

Untuk bahagia karena aku sebagai rakyat sedang berpesta. Aku tidak suka. Karena siapapun yang menang kalau sebatas kekuasaan yang diperebutkan tetap bukan rakyat yang menang.


Pesta demokrasi yang seharusnya jadi peringatan kecintaan kita akan tanah air ini. Malah dirubah jadi ajang pasang-pasang foto. Bayangkan mereka pasang foto mereka untuk berkenalan dengan apa milik mereka sendiri. Padahal apa yang mereka suarakan adalah tentang ingin membangun Negara dan tanah air mereka sendiri. Masalahnya terletak pada rasa cinta mereka dan kita semua pada bangsa kita ini. Rasa cinta akan tumbuh ketika kita mengenal objeknya. Dengan landasan Negara saja sudah jauh apa masih mau dianggap cinta?

“Kalau kita kenal pasti kita menangis karena wilayah kita kaya tapi rakyat nya miskin dan kelaparan. Pemimpinnya miskin dengan moral”.

Masih terlalu banyak kaum munafik yang mengatas namakan pesta demokrasi dan rakyat bahkan Negara demi kepentingan yang tidak berkaitan sama sekali dengan negaranya.
Pembangunan tidak merata. Karena hanya Pulau Jawa yang selalu masuk televisi dan Koran membuat mereka yang mau memimpin bangsa ini membuat janji akan melakukan pembangunan Indonesia, Di Pulau Jawa.

Kasihan sekali saudara-saudara-ku di Papua, mereka dekat dengan emas dan memiliki uang yang lahir dari kekayaan alam mereka sendiri harus rela tidak bersentuhan dengan aksara agar yang tau Indonesia itu kaya hanya orang-orang pintar yang keblinger saja.

Aku rindu. Rindu semangat rakyat dengan patriotisme terhadap bangsanya sendiri.
Aku rindu. Cut nyak dien yang berteriak paling keras dengan perjuangannya akan kemerdekaan bangsanya walaupun dia perempuan.
Aku rindu. Rindu pada bung Karno yang dengan bicaranya saja semua dunia merasa seperti tersambar petir.
Aku rindu. Rindu kita semua yang sekarang semakin jauh dengan politik.

Patriotisme tidak dapat dilihat dari slogan-slogan dan lambang-lambang atau foto-foto kalian untuk kami nilai pantas atau tidak saat kami diharuskan berpesta demokrasi agar benar memang hasilnya untuk kami nanti.

Sedih sekali ketika harus menilai patriotisme dari selembar uang lima puluh ribu atau sehelai kaus. Aku bukan menyalahkan rakyat yang tidak tahu buta tulis. Aku menyayangkan anak-anak yang tidak bisa sekolah karena tidak punya uang. Ketika sudah dewasa dan jadi pemuda yang seharusnya tumbuh untuk menjadi generasi penerus bangsa yang penuh dengan integritas malah tumbuh jadi generasi yang brutal dan hanya tau uang.

 Aku tak menyalahkan kalau  mereka hanya tau uang karena kalian-kalian yang menikmati hasil pesta demokrasi mungkin sudah kenal dengan uang lima puluh ribu yang bahkan kalian bagi-bagi begitu saja saat deklarasi.

Teman-teman pemuda. Teman-teman yang mungkin masih bisa menggunakan kedua jarinya untuk menulis, masih mendengar dengan baik, masih melihat dengan jelas, masih berjalan dengan kedua kaki kanan dan kiri. Bantu generasi kita untuk membuat generasi selanjutnya tau tentang Negara nya. Mereka yang tidak tau dan pesta dengan uang 50 ribu saja berhak juga atas kemerdekaan yang memanusiakan manusia. Kita adalah pemuda. Kita juga yang bertanggung jawab atas bangsa kita walau kita bukan pembuat masalahnya.

Kalau memang ini pesta demokrasi. Ikuti.
Kalau memang harus memilih. Pilih dengan hati nurani dan pertimbangkan bangsa ini bukan diri kalian sendiri.
Kalau memang harus berkorban, berkorban walau hanya waktu 15 menit untuk mengenalkan rakyat-rakyat yang jauh dengan bangsa karena tidak tahu caranya membaca. Ajarkan mereka baca.
Kalau memang ingin berjuang dan dipilih, maka visi, misi dan aksi, bukan hanya tempe.

Kalian yang dipilihpun sebelumnya rakyat seperti kami. Kami sedang berpesta sekarang.
Pesta ini pesta demokrasi. Bukan pesta kekuasaan saat menang langsung bikin pesta dengan kolega partai.
Kalau sudah dipilih jangan lupa dengan janji. Yang memilih jangan lupa tagih janji untuk tunaikan kewajiban. Kalau tidak menjalankan kewajiban jangan segan-segan untuk di kritik.

Dengarkan KAMI. Karena KAMI yang berpesta, cintai kami karena kami bagian dari INDONESIA.

(bagian dari catatan LIR-ILIR )


Oleh : Jhaihan Farah Nabila

“Gambaran Analisis Kepribadian Soeharto berdasarkan Teori Psikodinamika Alfred Adler”


BAB I
Pendahuluan
Membicarakan kepribadian melalu otobiografi dari seorang tokoh politik pembuat sejarah seperti Soeharto adalah tantangan untuk menceritakan orang yang dalam sejarah diceritakan jahat dengan bahasa yang lebih ilmiah. Seperti yang kita ketahui sosok Soeharto sendiri menyisakan sisi gelap yang tidak bisa dibilang sedikit sampai dia meninggalkan dunia ini pun sisi gelap itu tetap tidak terbuka. Penulis sangat tertarik untuk menyajikan bebebapa analisis kepribadian Soeharto kecil yang lugu dan manis saat masih menjadi anak desa, sampai Soeharto pada akhir hidupnya yang pada sebagian orang menyisakan luka, kenangan, kesedihan akan ditinggalkan, dan menyisakan sejarah untuk negara. Terlepas dari hutang-hutang indonesia kepada barat yang sampai saat ini belum berhasil terlunaskan Soeharto tetap bagian dari sejarah Indonesia yang dijuluki oleh orang-orang sebagai “Bapak Pembangunan” , yang dilakukannya memang mebangun ekonomi melalui tani, namun membangun sendiri menjadi perdebatan antara orang-orang yang memang anti Soeharto “Bapak pembangunan, pembangunan Jawa “, “Bapak Pembangunan yang bangunkan koruptor di Indonesia”.

Analisis kepribadian kali ini menggunakan media otobiografi dari tokoh yaitu Soeharto, penulis pun menganalisis beberapa pidato un scripted milik soeharto. M. Faisal (2012) untuk menganalisis kepribadian tokoh politik akan lebih baik menggunakan naskah pidatonya yang unscripted, dan cerita latar belakang kehidupannya dari kecil sampai saat ini. Soeharto sendiri sempat menuliskan sejarah kehidupannya dari masa kanak-kanak sampai sepanjang kehidupannya yang isinya menceritakan bagaimana seorang anak desa yang lugu menjadi seorang penguasa nomer satu di RI, karena otobiografi itu ditulisnya sendiri sempat menjadi kamuflase terbesarnya saat buku biorgrafi dalam versi berbeda dan terbit sebelum bukunya diterbitkan yang bertajuk otobiografi tentang dirinya namun tampaknya membuat imagenya rusak.

Soeharto sempat dituduh menolak isi otobiografi yang tersebar dalam buku itu dan sampai membuat buku baru sebagai sanggahannya pada buku tersebut. Hal terpenting yang harus digaris bawahi adalah otobiografi, sebagaimana dikatakan Cattel tentang kepribadian bahwa kepribadian merupakan sejarah kehidupan seseorang dari lahir sampai saat ini usianya maka otobiografi yang berisi cerita kehidupan seseorang dirasa pas untuk menjadi data analisis kepribadiannya, selain otobiografi catatan pidato unscripted nya pun mungkin bisa sedikit menjadi data tambahan yang menarik untuk di analsis.

Sisi gelap yang belum terungkap dalam diri Soeharto adalah bagian dari kepribadian yang ikut dalam analisis keseluruhan kepribadiannya. Penulis merasa tertarik untuk mengungkapnya secara komprehensif. Kepribadian berkembang dalam serial kehidupan seseorang sejak kanak-kanak sampai saat ini. Adler berpendapat bahwa perkembangan kepribadian seseorang akan sangat subjektif dan tergantung pada pencapaian tujuan secara sadar oleh individu, manusia adalah mahluk sosial jadi dia dimotivasi oleh motiff sosial bukan insting seperti yang dikatakan Freud (Feist &d Feist, 2010). Seseorang mempunya minat sosial yang baik itu tergantung bagaimana  pembelajaran tentang minat sosial yang terjadi pada masa kanak-kanak. Seluruh perkembangan masa kanak-kanak mungkin akan menjadi penjelasan dari sisi gelap kehidupan seseorang, penyebab kenapa seseorang memiliki kepriadian tertentu saat individu tersebut dewasa. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan teori adler untuk menjelaskan etiologi dari kepribadian Soeharto yang meninggalkan sisi gelap. Selain etiologi kepribadian Soeharto, penulis akan mengklasifikasikan tipe keprbadian  Soeharto kedalam 4 tipe kepribadian yang dikemukakan Adler. Penulis menganalisis kasus kepribadian Soeharto dengan menggunakan data sekunder yaitu dokumen-dokumen catatan biografi Soeharto yang bertajuk Otobiografi Soeharto dan dengan data kedua yaitu pidato-pidatonya beserta kebijakan yang dikeluarkannya selama masa pemerintahan.

BAB II
Kajian Teori
2.1. Biografi Singkat Soeharto
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah. Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah.
Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani. Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran. Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.



Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).

Sebagian buku yang berisi otobiografi mencatakan bahwa Soeharto adalah bagian dari revolusi di Indonesia dalam bidang perekonomian terutama tani. Tercatat dalam Biografi Oxford Enxiclopedia (2004), beberapa karir gemilang yang dilahirkan Soeharto diantaranya adalah menjadi Komando Staf Angkatan Darat tahun 1965 yang berhasil menumpas percobaan kudeta yang dilakukan oleh PKI pada tahun tersebut. Soeharto menerima Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) yang isinya menjadi polemik dimana ada dua versi dari isi SUPERSEMAR, versi pertama mengatakan bahwa isi dari SUPERSEMAR Soekarno hanya memerintahkan kepada Soeharto untuk mengambil kendali atas situasi yang terjadi saat itu berupa kericuhan yang disebabkan oleh angkatan darat. Versi kedua mengatakan bahwa isi SUPERSEMAR adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno Kepada Soeharto yang terpaksa menurunkan Soekarno saat itu yang masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Sebagian orang yang merasa tidak terima atas diberhentikannya bung Karno akan merasa bahwa itu adalah penghianatan dari Soeharto yang akan memporak-porandakkan bangsa ini kelak. Hal ini masih belum terungkap kebenarannya karena isi SUPERSEMAR pun diragukan keasliannya, sebagian bukti sejarah hilang dan lenyap pada waktu itu.
Soeharto membuat beberapa kerja sama dengan Amerika dan Barat saat itu terutama dalam bidang ekonomi, dia menandatangani kontrak dengan PT Freeport perusahaan yang dikabarkan awalnya adalah perusahaan bangkrut dan mencoba bangkit kembali dengan mengeksploitasi sumber daya mineral emas murni saat itu. Soeharto berhasil membangun Indonesia lewat ekonomi saat itu  dengan membuat hubungan bilateral dengan negara asing dan memaajukkan pertanian Indonesia, namun julukannya sebagai Bapak Pembangunan sendri adalah hal yang justru menjadi perdebatan karena saat itu hanya Jawa saja yang mengalami kemajuan ekonomi, padahal Indonesia ini bukan hanya jawa , banyak daerah-daerah yang ingin memisahkan diri ketika itu sampai pertumpahan darah.
            Soeharto dan Rezim orde baru nya saat itu terkenal sangat minim sorotan media, semuanya seolah berjalan sangat lancar. Namun pertanyaanya dimanaka demokrasi saat itu kalau rakyat saja tidak berani berbicara? Jawabannya hanya siapa yang tahu, isu yang tersebar adalah semua kegiatan mahasiswa sebagai salah satu penilai demokrasi pemerintahan saat itu dibuat bungkam, mahasiswa ketika itu tidak boleh mengadakan kegiatan berbau politik.

Kejadian 1998  akhirnya Soeharto harus dibuat menyerah pada kekuasaan kerakyatan yang paling tinggi dan menyerahkan jabatannya sebagai presiden karena takut kekacauan yang terjadi akan lebih kacau lagi. Selama masa pemerintahannya Soeharto didampingi oleh istrinya yang juga sama terkenalnya dengan Soeharto saat itu, sebagian mengatakan bahwa banyak kebijakan Soeharto keluar dari mulut ibu Tien. Soeharto menyerahkan jabatannya sebagai Presiden RI saat itu yang digantikan oleh BJ Habibie sebagai wakilnya.

2.2. Teori Kepribadian Psikodinamika Alfred Adler

a.      Alfred Adler (Psikologi Individual)
Adler menjelaskan kepribadian yang menekankan pada sifat subjektif dari pencapaian tujuan, kreativitas dari adaptasi psikologis manusia, sebagai keutuhan kepridian. Menurut Adler manusia adalah mahluk yang sadar, sadar akan keberadaan dirinya dan sadar akan alasan dari tingkah laku yang dimotivasi oleh tujuan hidup dan penghindaran nferioritasnya (dalam Feist & Feist,2010). Adler adalah murid Freud namun dia mengembangkan gagasan yang jauh dari gagasan Freud, Adler merupakan pengembangan psikodinamika yang lebih berorientasi pada ego (kesadaran), karena manusia sadar akan tujuan dan berusaha menggunakan jiwa nya sebagai bagian dari manusia yang independen tidak terkat dengan insting karena jiwa itu kreatif.
b.      Oedipus Complex
-          Freud :
Menekankan pada kateksis seksual terhadap orang tua yang berlainan jenis, kateksis permusuhan terhadap orang tua sejenis.
-          Adler:
Perjuangan anak untuk mengatasi kelemahan dan inferioritasnya, atau disebut juga upaya anak untuk mencapai superioritas dari seseorang atau ayahnya.

c.        Dorongan/ TujuanS
Individu mencari kebahagian dengan memenuhi potensi-potensinya dengan mewujudkan tujuan hidupnya tidak cukup dengan memuaskan dorongan (insting).

d.      Inferioritas dan kompensasi

-          Inferioritas Organ: organ yang kurang baik perkembangannya yang paling cepat menyerah pada tuntutan lingkungan , jika dihubungkan dengan keadaan psikisnya seseorang mungkin bisa mengalami perasaan inferior karena inferiortas organ atau inferioritas pada bidang tertentu.
-          Perasaan inferior
Perasaan rendah diri yang muncul akibat mengalami kekurangan baik pada fisik maupun aspek psikologi atau sosial yang dirasakan secara subjektif oleh diri sendiri ataupun yang terlihat secara nyata di permukaan, contoh : catat tubuh.

e.       Perjuangan untuk sukses/ Mencapai Superioritas

Individu akan berjuang untuk mencapai superioritasnya, yang merupakan cara untuk mengkompensasi inferioritasnya. Kekuatan perjuangan (Striving Force) tersebut dibawa individu sejak lahir namun memerlukan pengembangan.
Tujuan akhir adalah hal yang diperjuangkan oleh manusia  dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuannya tersebut membentuk suatu konsistensi yang akan menggambarkan kepribadian individu (Feist & Feist, 2010).

f.       Daya Kreatif , Gaya Hidup dan Minat Sosial

Merupakan kemampuan individu untuk secara bebas membentuk perilaku dan  menciptakan kepribadian mereka. Setiap individu memiliki tujuan pribadi yang akan dicapainya melalui daya kreatif. Gaya hidup adalah pendekatan yang secara konsisten digunakan individu untuk mencapai tujuan dalam hidup. Gaya hidup diperoleh pada usia 4/5 tahun melalui pengalaman pengasuhan pada masa kanak-kanak (Feist & Feist, 2010)
Adler mengatakan bahwa sebagian tingkah laku indvidu ini dimotivasi oleh minat sosial, minat sosial adalah keinginan dalam diri seseorang untuk berkonsentrasi pada kesejahteraan orang lain dan masyarakat (Feist  & Feist, 2010). Adler mengatakan bahwa minat sosial yang dimiliki seseorang berawal dari ibu dan anak-anak selama awal masa pertumbuhan. Cara orang tua memberikan pengasuhan pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi minat sosial anak ketika dewasa (Feist& Feist, 2010).
Individu yang tidak matang dan memiliki minat sosial rendah akan berpusat pada dirinya sendiri dan berjuang untuk kepentingan pribadi dalam memperoleh superioritasnya. Sedangkan tugas individu dalam perkembangan kepribadian adalah menghadapi berbagai macam tugas kehidupan yang membutuhkan minat sosial. Tugas kehidupan diantaranya adalah tugas pekerjaan yaitu menghasilkan pekerjaan yang bermanfaat bagi orang lain dan meningkatkan perkembangan masyarakat, tugas kedua adalah tugas kemasyarakatan dimana individu diwajibkan bekerja satu sama lain untuk membangun komunitas masyarakat/ dunia yang tujuannya untuk membuat perbedaan positif dalam masyarakat.


g.      Tipe Kepribadian

g.1. Rulling Dominant Type

Tipe asertif, agresif, dan aktif, sangat manipulatif dan menguasai situasi, namun minat sosial nya rendah, bahayanya adalah aktivitas diarahkan pada hal-hal yang sifatnya anti sosial.
g.2. Getting Learning Type
Tipe yang mengharapkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, yang akan menyediakan hal-hal terkait minat mereka. Mereka bersandar pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
g.3. Avoidant type
Cenderung menghindari masalah dan minat sosial rendah
g.4. Social Usefull Type
Merupakan tipe kepribadian yang paling sehat, apabila mendapatkan masalah seseorang dengan tipe kepribadian ini akan menghadapinya secara langsung dan menyelesaikannya. Berorientasi pada sosial dan siap untuk bekerja sama dengan orang lain untuk memenuhi tugas-tugas kehidupan.

h.      Urutan kelahiran pada kepribadian
h.1. Anak Sulung
Mendapatkan perhatian sampai anak kedua lahir akhirnya harus berbagi kasih sayang. Dapat membenci orang lain karena kasih sayangnya terambil, melindungi diri terhadap perubahan nasib. Anak sulung menjadi mandiri karena orang tua mempersiapkannya sebelum adiknya lahir, dan memiliki tanggung jawab yang besar, kecenderungannya adalah meraih lebih banyak prestasi
            h.2. Anak Tunggal
Sangat manis dan penuh kasih sayang, cenderung mengembangkan kepribadian yang mengikat untuk menarik perhatian orang lain.




BAB III
Analisis Kepribadian

Adler Menjawab Suharto Kecil
            Jika dilihat dalam latar belakang keluarganya saat kecil, pada masa kanak-kanak  Soeharto tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya. Ibunya bercerai dan menikah lagi dengan ayah tirinya, pada usia 40 hari dia dititipkan pada seorang guru spiritual untuk dipelihara. Usia 4 tahun dia tinggal dengan ibunya dan usia 8 tahun dia tinggal dengan bibi-nya. Soeharto kecil yang beberapa kali mendapat peralihan pengasuhan dari guru spiritual, ibunya sampai ke bibi-nya membuat inkonsistensi pengasuhan. Pada kepribadiannya ketidak konsistenan dari pengasuhan ini akan berdampak pada bagaimana dia mengembangkan minat sosialnya, tujuan, dan perasaan iferior yang akan berkembang menjadi keinginan pencapaian superioritas (Adler dalam Feist & Feist, 2010).
            Minat sosial pada diri Soeharto tergolong kurang optimal jika direlevansikan dengan teori Adler, keadaan ini mungkin disebabkan karena sejak kecil dia tidak berada dalam pengasuhan ibunya. Sebagaimana dikatakan oleh Adler bahwa minat sosial dalam diri individu ini berawal dari relasinya dengan ibu pada masa pertumbuhan saat kanak-kanak, Soeharto saat kanak-kanak hanya mendapat selang waktu 4 tahun dengan ibunya sebelum akhirnya tinggal dengan bibi nya. Hal lainnya yang menyebabkan minat sosial Soeharto tidak berkembang optimal diantaranya adalah pola pengasuhan yang tidak konsisten, saat bayi dia melewati pengasuhan dengan guru spiritualnya sampai usia 4 tahun dia merasakan  pengasuhan ibunya, dan ketika usia nya 8 tahun dia bersama bibinya.

Soeharto dewasa memang terbilang sangat sukses, karir nya di militer yang cemerlang dan akhirnya menduduki puncak kekuasaannya sebagai presiden merupakan kesuksesannya, lalu dengan bukti-bukti demikian apakah kita bisa menggolongkan  Soeharto pada pribadi dengan minat sosial tinggi seperti yang dikatakan Adler bahwa ketika individu memiliki minat sosial tinggi akan mampu melaksanakan tugas kemasyarakatannya untuk membangun masyarakat dan suatu komunitas didala dunia? Belum tentu. Soehart memang menunjukkan kepeduliannya pada publik dan rakyat  Indonesia tapi untuk menggolongkannya pada minat sosial tinggi bukti pembangunannya dirasa belum cukup karena mungkin saja motif dalam diri Soeharto bukan semata-mata karena memperjuangkan publik tapi untuk kepentingan akan kekuasaannya saat itu.


Mengapa saya mengatakan Soeharto tidak memiliki minat sosial tinggi ? karena seseorang dengan minat sosial tinggi tidak akan berjuang untuk dirinya sendiri semata-mata karena pencapaian superioritas akan rasa rendah diri. Saya melihat segala jenis kebijakan Soeharto kali itu terlahir untuk kepentingannya sendiri, contohnya membangun Indonesia dengan ekonomi dengan menjual hasil-hasil tani saat itu dan mengikuti beberapa organisasi perdagangan  di tingkat dunia yang dilaksanakan PBB. Padahal sebelumnya presiden sebelum Soeharto jelas-jelas menolak untuk bergabung dengan PBB atau organisasi sebelumnya dengan beberapa alasan. Kebijakan itu tetap diambil Soeharto alhasil pembangunan yang terjadi saat itu tidak merata, pembangunan yang sukses hanya didaerah jawa dan luar dari jawa pembangunan hanyalah mitos. Hal lainnya adalah kebijakannya tentang perizinan untuk PT Freeport yang sekarang menjadikan lahan Indonesia yang penuh dengan emas dan logam lainnya tereksploitasi habis karena produksinya yang terus-menerus, padahal bung Karno jelas-jelas menolak bekerja sama dengan Freeport sebelum masyarakat Indonesia sendiri siap untuk mengelolanya.
Keputusannya tetap akan bekerja sama dibuat Soeharto setelah dirinya resmi dinaikan sebagai presiden, keputusan itu mungkin akan baik untuk karirnya sendiri sebagai presiden tapi dampak bagi rakyat Indonesia sendiri malah buruk. Contohnya banyak rakyat sekitar kawasan Freeport yang ditembaki karena mencoba menyair bubuk-bubuk emas yang ada di sungai kecil tempat limbah produksi berada. Rakyat sekitar pabrik yang harusnya terjamin secara ekonomi maupun keamanan malah dibuat miskin dan tidak berdaya oleh hasil keputusannya bekerja sama dengan Freeport. Oleh karena itu saya merasa kalau tujuannya menjadi presiden dan berpolitik saat itu bukan karena minat sosialnya yang tinggi tapi semata-mata karena keinginan pencapaian tujuannya sebagai orang paling berkuasa saat itu. Seseorang dengan minat sosial yang tinggi tidak akan hanya berorientasi pada pencapaian dan kesuksesan diri atau kelompoknya saja , tetapi untuk tujuan bersama. Bukti berikutnya adalah pembangunan yang dilakukannya yang hanya dilakukannya di tanah jawa.

Soeharto kanak-kanak yang inferior dan Perjuangannya untuk Superioritasnya
Hal yang memungkinkan perasaan inferior yang dimiliki Soeharto adalah karena pengasuhan sejak kecil yang dihabiskannya bukan dengan orang tuanya. Latar belakang keluarganya yang hanya sebagai petani dan pembantu lurah mungkin menyebabkan sebagian dari diri Soeharto yang Inferior. Selain itu Soeharto pada masa kanak-kanak hanya di sekolahkan di Sekolah Desa, yang mungkin bukan tempat sekolah-sekolah elit yang didirikan Belanda karena Orang tuanya hanya seorang petani, tidak ada latar belakang orang tua atau keluarga dari elit politik seperti Bung Karno yang memang berasal dari keluarga dengan latar belakang politik islam yang memberikan dukungan kepada Bung Karno kanak-kanak dan Bung Karno remaja untuk belajar politik. Latar belakang keluarga, pendidikan dan pengasuhan yang berbeda jauh dari Soekarno yang mungkin mendorong perasaan Inferior dalam diri Soeharto dalam kehidupan berpolitik dan karirnya saat itu.


            Perasaan inferior atau rendah diri bukan hanya disebabkan oleh keterbatasan fisik yang jelas terlihat, tapi bisa karena pemikiran subjektif diri sendiri yang menganggap self nya mempunyai kekurangan (Adler dalam Feist & Feist, 2010). Perasaan inferior yang dimiliki seseorang akan mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu guna mencapai superioritas, pencapaian akan keadaan superioritas adalah kompensasi terhadap kekurangannya. Pencapaian akan superioritas ini dapat berupa tujuan yang ingin dicapai yang melibatkan cara untuk mencapainya, bagaimana cara mencapainya ini akan membentuk suatu konsistensi yang berwujud kepribadian.
           
Pencapaian Superioritas Soeharto
Keinginan untuk menjadi superioritas sudah terlihat dari ketika dia remaja  ketika ia mulai mempelajari pelajaran filsafat agama dan pembukuan, di mana dia merasa kurang di dalam hal tersebut karena di dalam sekolahnya ia tidak mendapatkan pelajaran mengenai pembukuan dan sebagainya. Perjalanannya dalam meraih superioritasnya ditunjukkan dengan proses pertama yang dia lalui yaitu memasukki sekolah militer, karir Soeharto dalam dunia militer dilaluinya dengan sungguh-sungguh dimulai dari awal pendidikan Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Lulus dengan predikat terbaik Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober.
Kesungguhan Soeharto dalam pencapaian superioritasnya ditunjukkan dengan perkembangan karirnya setelah lulus sebagai TNI. memulai sebagai sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat). Pencapaiannya yang terus menaik seperti anak tangga ini memperlihatkan bagaimana kompensasinya terhadap inferioritasnya terhadap identitas di kehidupan masa kanak-kanaknya yang hanya sebagai anak desa yang lugu dengan pencapaiannya dan prestasinya di dunia militer yang menjadikan dirinya Jendral besar dan tercatat dalam sejarah.

Jejak Hitam kepribadian Soeharto
Dalam pencapaian akan superioritasnya kepribadian Soeharto sedikitnya menyisakan kesan bahwa sebagai Jendral saat itu kesetian dan sikap komitmen tinggi ditunjukkannya. Namun tidak sesuai kenyataanya, Soeharto memiliki sisi gelap dari kepribadiannya yang mendorongnya memiliki tujuan dan kompleksitas saat mencapai superioritasnya. Tujuannya tidak lagi untuk kepentingan bersama saat itu terlebih karena pengalaman masa kecil yang mendorong minat sosialnya sebagai dasar kepribadian berkembang sehat tidak berkembang dengan optimal.

Rasa tidak terimanya terhadap inferioritas keluarganya dan pengalaman masa kecilnya yang kurang secara emosional dengan orang tuanya membuat minat sosialnya terarah untuk superioritas pribadi seperti yang dikatakan pada paragraf sebelumnya. Superioritas pribadi ini menagarahkan Soeharto pada keinginan akan kekuasaan politik. Saat kekacauan yang terjadi pada angkatan darat karena ingin  turut serta dalam perpolitikan saat itu, sisi gelap Soeharto mulai terlihat. Kekacauan yang terjadi pada angkatan darat tersebut disebut-sebut didalangi oleh negara barat yang ingin menghancurkan Soekarno saat itu, puncaknya adalah ketika SUPERSEMAR keluar dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden saat itu. SUPERSEMAR isinya diragukan saat itu terkait pemindahan kekuasaan atau perintah untuk menjaga stabilitas. Soeharto berhianat pada Soekarno saat itu, Adler mengatakan bahwa semua bisa dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan dan superioritasnya. Caranya yang sedikit licik mungkin disebabkan oleh minat sosial nya yang memang rendah , dikatakan ketika seseorang memiliki minat sosial rendah maka tujuannya hanya terarah pada pencapaian pribadi.  
           
Kebijakan-kebijakan Soeharto dan Kaitannya dengan Kepribadiannya

Kepribadian seorang individu yang berperan sebagai pemimpin akan mempengaruhi pengambilan kebijakan pada pemerintahannya. Sebagai individu politik, seperti kata Budiarjo(2006)  dalam buku saku psikologi Politik M Faisal(2013 ) mengatakan bahwa ilmu politik adalah tentang kebijakan, keputusan negara dan kekuasaan, dimana pasti terdapat mahluk politiknya yang memiliki lima unsur yaitu kognisi, sikap, nilai, identitas, emosi, maka menjelaskan bahwa pribadi individu sebagai politik dengan kepribadiannya berpengaruh pada keputusan yang di ambil.

Kepribadian Soeharto dengan minat sosial rendah dan lebih terfokus pada pencapaian superioritas pribadi mempengaruhi beberapa kebijakan yang lahir saat itu. Diantaranya kebijakannya akan pembangunan ekonomi melalui tani dikeluarkannya karena sebelumnya dia merasa inferior karena latar belakang keluarganya dan dibesarkan oleh orang tua dengan latar belakang petani, menurut saya kebijakannya itu hanya akan memberikan dampak pada dunia bahwa pembangunan Indonesia yang baik itu dengan membangun ekonomi Indonesia melalui tani, hal yang membuatnya inferior diubah menjadi kekuatannya untuk mencapai superioritas saat itu dan pengakuan dari masyarakat jawa. Penyebab dari itu semua superioritasnya sebagai presiden diakui oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang  memang populasi nya lebih banyak di Jawa, terlebih mayoritas masyarakat jawa hidup dengan bertani ketika itu. Minat sosialnya hanya diarahkan pada petani yang dilatar belakangi oleh penyebab inferioritas yang terbentuk pada diri Soeharto pada masa kanak-kanak.


Kebijakan kedua adalah saat menerima kontrak kerja sama dengan PT Freeport yang menjadi perusahaan paling menyengsarakan rakyat sekitar sampai sekarang memperlihatkan bukti bahwa minat sosial Soeharto sangat rendah. Jika saja minat sosialnya tinggi Soeharto mungkin akan memilih untuk menolak kerja sama dan membuat sumber daya berupa emas itu diolah bersama-sama saat itu. Namun hal ini terjadi karena kompensasi atas inferioritasnya dulu, jika berdasarkan teori Adler saya mengambil asumsi jika saja waktu itu minat sosial Soeharto  berkembang dengan baik mungkin saja sisi gelap dalam diri Soeharto ini tidak akan muncul dalam kepribadiannya dan meminta untuk diberikan kompensasi pada saat dewasa.

Kebijakan membungkap mahasiswa waktu itu menujukkan bahwa Soeharto sangat menjaga harga dirinya. Menjaga harga dirinya adalah upayanya agar superioritas dalam dirinya bisa terus dipertahankan. Ketika masa pemerintahannya ada satu kebijakan dimana aktivitas mahasiswa sangat dibatasi terutama yang berbau politik, Soeharto menyadari bahwa kedaulatan paling tinggi ada di tangan rakyat dan dia mencoba cara yang mungkin bisa dibilang kreatif dengan membisukan mahasiswa, surat kabar, dan media pemberitaan lainnya, tidak boleh ada yang berbicara masalah politik ketika itu meskipun korupsi dan kejahatannya sudah tercium kemana-mana. Semua yang melanggar tidak tanggung-tanggung akan dibunuh. Soeharto memiliki tingkat kecemasan yang diluar batas ketika terkait harga dirinya sebagai presiden saat itu. Semua hal yang mengancam superioritas nya dihindarkan untuk terjadi dengan berbagai kebijakannya.

Perlu digaris bawahi dalam bahasan paragraf sebelumnya adalah bagaimana kepribadian salah satu orang saja ketika dia menjadi seorang pemimpin dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil, dan kebijakan ini dapat memberikan dampak juga bagi masyarakat lainnya.

BAGAIMANA TIPE KEPRIBADIAN SOEHARTO MENURUT ADLER?
Bahasan sebelumnya menjelaskan tentang bagaimana dinamika kepribadian Soeharto yang menghasilkan kesimpulan bahwa Soeharto memiliki minat sosial rendah dimulai dipengaruhi oleh setiap dinamika perkembangan yang terjadi pada masa sebelumnya, pada bahasan kali ini penulis mencoba mengklasifikasikan tipe kepribadian Soeharto berdasarkan tipe kepribadian yang dikemukakan Adler. Penulis mengklasifikasikannya berdasarkan hasil dari dinamika kepribadiannya selama usia perkembangannya yaitu minat sosial rendah dan orientasinya pada pencapaian superioritas pribadi yang tinggi.


Dari hasil study literatur dan analisis terhadap dinamika perkembangan kepribadian pada paragraf sebelumnya menghasilkan satu kesimpulan yang diambil penulis tentang tipe kepribadian. Penulis mengklasifikasikan kepribadian Soeharto kedalam tipe kepribadian Rulling Domminant Type ,  dalam tipe ini seseorang akan memiliki  trait agresif, asertif dan aktif , tipikal manipulatif karena kemampuannya untuk memahami situasi dan kehidupan orang-orang didalamnya, namun minat sosial yang rendah membuat aktivitasnya terarah pada sesuatu yang sifatnya anti sosial dan kepentingan diri sendiri.
Tipe ini tepat untuk mengklasifikasikan Soeharto didalamnya , karena Soeharto memang cerdik beliau mampu membaca setiap situasi yang menguntungkan dirinya saat itu. Situasi pertama adalah kesempatan masuk sekolah militer karena saat itu Indonesia dalam posisi dijajah oleh Belanda dan untuk mencapai superioritasnya dia harus masuk sekolah militer, kedua adalah mengambil kepercayaan dari bung Karno melalui perlindungan militer, dan melihat kesempatan untuk memanipulasi isi SUPERSEMAR saat kepercayaan rakyat terhadap bung Karno mulai menurun saat itu guna pencapaian superioritasnya. Setelah itu upayanya dalam membaca situasi pun diperlihatkan olehnya saat Indonesia sedang mengalami keterpurukan ekonomi Soeharto membangun Jawa melalui Ekonomi Pertanian yang kelak melahirkan julukannya sebagai Bapak Pembangunan, tidak ada yang sadar saat itu kalau daerah lain ada yang tidak tersentuh pembangunan dan ingin keluar dari Indonesia karena media pemberitaan dibungkam saat itu.
Minat sosialnya yang rendah mendorong Soeharto yang agresif untuk mencari perjuangan atas superioritas pribadi saat itu. Karena minat sosial itu pun seseorang tidak akan mampu secara optimal untuk selesaikan tugas kehidupan salah satunya adalah tugas kemasyarakatan. Didalamnya termasuk bekerja sama satu sama lain dan menmbangun suatu komunitas masyarakat dunia, tugas ini kurang optimal dilakukannya karena  pembangunan saat itu hanya ditunjukkannya untuk kompensasi inferioritasnya, entahlah ini hanya pendapat saya melihat dari grafik pembangunan yang tidak merata.

KEPRIBADIAN BERDASARKAN URUTAN KELAHIRAN
Adler dalam Feist&Feist (2010) mengemukakan kepribadian seseorang berdasarkan urutan kelahiran. Berdasarkan urutan kelahiran Soeharto merupakan anak tunggal dari urutan kelahiran ini dapat disimpulakn beberap hal di mana posisinya sebagai seorang anak tunggal yang mewakili sifat positif seperti seorang yang bertanggung jawab dan organisator yang baik, ini terbukti dengan kompetensinya yang dapat menjadi seorang presiden dan perwira militer dan sifat negatif yang turun adalah masalah takut kehilangan nasib baik yang berarti ia selalu curiga dengan orang lain dan ia berusaha untuk menaklukan oraang yang menghalanginya. Posisi sebagai anak tunggal ia mewarisis beberapa sifat negatif anatara lain ia selalu merasa dirinya benar dan tidak mau disalahakan, ini adalah salah satu ciri diktator yang otoriter, semua hal yang dilakakuan oleh dia dalah sesuatu hal yang benar.

Selain itu kecenderungan yang tidak bisa terlupakan sebagai anak tunggal Adler dalam Feist & Feist (2010) adalah anak tunggal adalah anak yang sangat manis dan penuh kasih sayang, karena itu anak tunggal cenderung mengembangkan perilaku yang memikat  agar tampak menarik bagi orang lain, hal ini ditunjukkan Soeharto yang selalu terlihat tekun dalam mempelajari sesuatu, ketekunannya saat dalam dunia militer sampai menjadikannya jendral kepercayaan saat itu dan sebutan bapak pembangunan yang ditunjukan saat itu karena telah berhasil membangun Indonesia melalui ekonomi pertanian.

BAB IV
Kesimpulan & Diskusi
a.      Kesimpulan
Soeharto memiliki tipe kepribadian rulling domminant type dengan minat sosial rendah yang ditunjukkan lewat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya saat menjabat menjadi presiden. Kebijakannya hanya memberikan dampak bagi superioritas pribadinya dan tidak menekankan pada kebersamaan seperti yang digambarkan Adler ketika individu memiliki minat sosial tinggi. Minat sosial ini adalah dasar individu berkembang dan membentuk kepribadian sehat. Minat sosial rendah ini diperoleh Soeharto karena tidak mendapatkan pembelajaran optimal tentang minat sosial pada masa kanak-kanak. Dikatakan bahwa minat sosial ini diperoleh saat kanak-kanak dan ibu memiliki peranan sentral untuk membentuk minat sosial dan mendorong minat sosial anak untuk keluar. Namun, pada kasus ini masa kanak-kanak Soeharto mengharuskannya berganti pola pengasuhan dan ketidak konsistenan ini mendorong ikatan emosional tidak terjalin dalam diri Soeharto terhadap keluarganya , sehingga yang seharusnya keluarga menstimulasi perkembangan minat sosialnya menjadi tidak.
Soeharto berkembang dengan dinamika yang sesuai dikatakan Adler yaitu mencapai superioritas dan tujuannya sebagai kompensasi dari inferioritasnya. Namun sayangnya hal ini tidak diimbangi oleh minat sosial yang baik sehingga kompensasi ini lebih mengarah pada superioritas pribadi. Terlebih catatan Soeharto ada pada kehidupan politik yang didalamnya tidak selalu baik. Hasil dari hal tersebut Soeharto menurut saya menjadi tidak mampu melaksanakan tugas kehidupannya yang lebih luas yaitu tugas kemasyarakatan sebagaimana definisi, karena keadaan Indonesia justru semakin memburuk setelah Soeharto turun. Angka korupsi, makin banyaknnya raksasa-raksasa jahat dari barat datang untuk mengeksploitasi sumberdaya di Indonesia. Kepemimpinannya menghasilkan satu luka pada beberapa orang, menghasilkan kekaguman pada beberapa orang yang perlu digaris bawahi adalah bagaimana kita memandang sisi gelap dari kepribadian seseorang saat ini adalah manifestasi dari perkembangannya saat kanak-kanak.


Diskusi
Kesulitan saat melakukan diagnosis ini adalah saat memposisikan diri saya sebagai psikolog yang netral yang harus memandang suatu masalah bukan hitam dan putih melainkan abu-abu. Namun menjadi tantangan tersendiri ketika saya harus mendiagnosis kepribadian tokoh nasional yang saya benci, Soeharto. Soeharto bisa dibilang adalah tokoh nasional yang sangat saya benci, namun ketika membicarakan diagnosis yang tujuannya adalah memberikan perbaikan kualitas hidup bagi seseorang maka yang pertama dilakukan adalah bagaimana kita memposisikan diri kita senetral mungkin.
            Hal terpenting yang dihasilkan ternyata prior knowledge atau pengetahuan awal saya tentang sosok Soeharto dan Skema saya tentang Soeharto bisa mempengaruhi saya saat melakukan diagnosis kepribadiannya. Skema kognitif saya yang telah membentuk kesan negatif tentang Soeharto akan berpengaruh pada analisis kepribadian yang saya buat.
            Terpenting dalam bahasan kali ini adalah bahwasanya ketika seseorang memiliki sisi gelap dari kepribadiannya, jika memang tujuan kita adalah perbaikan kualitas kehidupan maka tidak ada salahnya itu diungkap. Karena kepribadian bukan hal yang saja terlihat namun sisi yang tidak terlihat pun akan jadi kepribadian dan mungkin lebih dominan. Semua yang ditampilkan saat ini mungkin saja terkaitan dengan masa kanak-kanaknya yang kurang memberikan kesempatan kepada diri nya untuk berkembang secara optimal. Lalu ketika  itu terjadi hal terpenting yang diperlukan adalah informasi dan pemahaman yang komprehensif lalu penanganan yang optimal dari informasi yang didapat.













Daftar Pustaka
-          Feist, J. & Feist,G.J. 2009. Theory of personality (Ed. 7). New York: Mc Graw-Hill