Rabu, 23 Juli 2014

“Gambaran Kearifan Lokal Indonesia ‘Cerita Perwayangan’ dengan Paradigma Ilmu Psikologi Barat yang Empiris”




“Gambaran Kearifan Lokal Indonesia ‘Cerita Perwayangan’ dengan Paradigma Ilmu Psikologi Barat yang Empiris”

Oleh:
Jhaihan Farah Nabila
6012210040
Fakultas Psikologi Univesitas Pancasila

BAB I
Latar Belakang

1.      Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan beragam kekayaan yang tersusun dengan beberapa gugusan pulau didalamnya. Indonesia selain terkenal dengan kekayaan alamnya juga terkenal dengan berbagai kearifan lokalnya. Kearifan lokal yang dikenal dengan warisan nenek moyang salah satunya adalah wayang. Wayang  merupakan suatu karya yang diakui “adhiluhung” karya seni yang menurut saya padat nilai filosofis , nilai simbolis, dan nilai historis.  Wayang bukan hanya benda biasa yang dibuat untuk pertunjukan tapi benda yang biasa yang setiap pertunjukan akan melahirkan nilai-nilai filsafat hidup.
Sri mulyono (1979) mengatakan dengan tegas bahwa:
“Wayang adalah bahasa simbol dari hidup yang lebih bersifat rohaniah daripada lahiriah”

Unsur yang tidak bisa lepas dari jerat perhatian para penonton wayang sendiri adalah tokoh yang diceritakan dalam wayang. Nilai moral terdapat pada cerita wayang tersebut dan pada tokoh dalam wayang. Tokoh dalam wayang selalu meninggalkan kesan bagi para penikmat wayang. Terutama sifat baik dan buruk dari tokoh wayang itu sendiri. Wayang merupakan salah satu kearifan lokal yang nyata dimana didalamnya terdapat kepribadian yang berwujud peran yang diceritakan oleh tokoh wayang tersebut yang meninggalkan kesan-kesan tertentu bagi penikmatnya. Kepribadian dalam tokoh cerita wayang akan menarik untuk dianalisis karena didalamnya terdapat relevansi  langsung terhadap kebudayaan di Indonesia.  Selama ini perkembangan ilmu psikologi sendiri selalu berkiblat pada barat yang kita tahu perkembangannya selalu mengesampingkan hal-hal tidak empiris. Padahal banyak kearifan lokal yang dipunyai Indonesia yang bersifat universal dan tidak bias budaya, salah satunya wayang.  Psikodiagnostik sesi mas Seta kali ini akan memecahkan masalah ilmu empiris dan kaitannya dengan budaya lokal dengan melakukan analisis tokoh wayang dengan teori kepribadian yang berkembang di barat. Dengan begitu kita bisa melahirkan pemikiran internasional yang berkearifan lokal.








1.2.Sinopsis Ramayana
Raja Dasarata di Ayodya mempunyai beberapa istri. Dari Dewi Kosalya ia berputra Rama. Dengan istrinya yang ke-2 bernama Kaikeyi berputra seorang bernama Barata. Putra-putranya yang lain ialah Laksamana dan Satrugna. Putra-putranya ini dididik sebagaimana pendidikan yang diberikan para putra raja.

Dalam suatu sayembara Rama mendapat Dewi Sinta yang sangat, cantik sebagai istrinya. Dewi Sinta adalah anak raja Janaka yang memerintah di Mitila.Pada waktu Dasarata sakit ia pernah berjanji kepada Kaikeyi bahwa kelak tahta kerajaan akatt diserahkan kepada Barata, untuk membalas jasa Kaikeyi yang telah dengan tekun merawatnya.Setelah Dasarata tua, tahta kerajaan diserahkan kepada Rama. Karena itu Kaikeyi menggugat dan mengingatkan baginda akan janjinya dahulu. Tuntutan ibu tiri Rama itu ialah: (1) Barata harus dinobatkan menjadi raja Ayodya; (2) Rama harus dibuang dalam hutan selama 14 tahun.Dasarata harus menepati janjinya sebagai seorang ksatria dan dengan sedih ia menyampaikan keputusan atas tuntutan di atas.

Rama mengundurkan diri dan mengembara di hutan Dandaka selama 14 tahun bersama istri dan adiknya, Laksamana. Hal ini sangat mengharukan rakyat Ayodya yang sangat mencintai Rama. Karena sedih memikirkan hal itu maka mangkatlah Dasarata.

Pada suatu hari Sinta dirampas raksasa Wirada. Tetapi raksasa itu dapat dikalahkan Rama dan Laksamana. Pada hari lain Rama berjumpa dengan Surpanaka, adik perempuan raja Rahwana yang memerintah kerajaan Alengka. Surpanaka jatuh cinta kepada Rama, tapi Rama tidak mau tergoda. Begitu pula cinta Surpanaka terhadap Laksamana tidak mendapat sambutan. Bahkan Laksamana mengerat telinga dan hidung Surpanaka karena bencinya. Surpanaka segera mengadukan halnya kepada Rahwana (Dasamuka = sepuluh muka) yang sudah mengetahui kecantikan Dewi Sinta. Timbulah keinginannya untuk melarikan Dewi Sinta. Raja Rahwana segera mendatangi tempat perkemahan Rama dengan pengiringnya, Marica, yang dapat menjelma sebagai kijang emas. Marica menjelma menjadi seekor kijang emas dan mendekat ke kemah Dewi Sinta. Setelah terlihat oleh Sinta, inginlah ia memiliki kijang emas itu dan minta supaya Rama mau menangkapnya. Sebelum Rama berangkat mengejar kijang emas terlebih dahulu ia membuat lingkaran kesaktian mengelilingi kemah mereka. Siapa yang masuk ke lingkaran itu tidak dapat keluar lagi. Tapi semua ini telah diperhatikan dan diketahui oleh Rahwana dari jauh. Setelah Rama jauh dari kemah, mengejar kijang emas, terdengarlah pekik orang. Sinta mengira Rama mendapat bahaya. Segera Laksamana disuruh Sinta menyusul abangnya. Mula-mula Laksamana menolak, karena telah dipesan oleh Rama supaya Laksamana tidak meninggalkan Sinta, sebelum Rama kembali. Sinta lalu menyindir dengan mengatakan "Istri kakak lebih penting daripada kakak sendiri."

Mendengar sindiran itu, maka Laksamana menyusul abangnya. Rahwana segera menghampiri kemah menjelma seorang peminta-minta, berdiri di luar lingkaran kesaktian. Ia memohon agar Sinta dapat memberinya air minum karena ia sangat haus. Ketika Sinta mengulurkan air minum itulah Rahwana menarik tangan Sinta dan langsung dibawanya terbang ke Elangka tempat kerajaannya. Rama jatuh pingsan setelah kembali, Sinta telah menghilang dari kemah. Di udara burung Jatayu melihat Sinta dibawa oleh Rahwana. Jatayu segera menyerang Rahwana. Tapi ia terpukul bagian sayapnya oleh gada sakti Rahwana. Rahwana dengan mudah mengalahkan Jatayu karena ia mempunyai sepuluh muka yang dapat melihat segenap penjuru, selain mempunyai gada sakti. Untung saja Sinta sempat melemparkan cincinnya kepada Jatayu. Cincin itu diberikan Jatayu kepada Rama sebagai bukti tentang Sinta, setelah pada suatu ketika Rama sampai di hutan tempat Jatayu jatuh. Jatayu-lah yang sempat memberitahukan hal Sinta, sebelum ia menghembuskan napas terakhir.

Dengan pertolongan Kabanda, Rama dan Laksamana mendapat petunjuk supaya minta bantuan kepada Sugriwa raja kera, untuk menaklukkan Rahwana. Sugriwa mau membantu asalkan terlebih dahulu ia dibantu menaklukkan saudaranya, Walin, yang memusuhinya. Hanoman, Panglima Raja Kera, menyusup ke Alengka untuk mematai-matai Rahwana. Ia menyamar sebagai seekor kucing dan berhasil masuk ke istana Rahwana menemui Dewi Sinta. Tahulah ia bahwa Sinta tidak kekurangan sesuatu apa pun. Sinta sangat gembira berjumpa dengan Hanoman yang juga menyampaikan berita tentang suaminya. Tapi sayang ketika akan pulang ia tertangkap. Hanoman tidak jadi dibunuh setelah ia mengaku sebagai utusan. Sebagai ganti hukumannya, dibakarlah ekornya dengan mengikatkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Dalam keadaan ekor terbakar Hanoman melompat-lompat dari bangunan yang satu ke bangunan yang lain yang menimbulkan kebakaran besar di Alengka. Senanglah hati Rama mendapat kabar dari Hanuman bahwa istrinya, Sinta, tidak diganggu Rahwana.
Rama mulai menyusun penyerangan. Untung sekali ia mendapat bantuan Wibisana, saudara Rahwana, yang menyalahkan perbuatan Rahwana melarikan Sinta. Dengan panah Rama yang sakti, Rama menghadapi Rahwana.Dalam peperangan itu Rahwana tewas dan Rama menang. Alenka diserahkan kepada Wibisana yang telah membantunya. Akhirnya masa pembuangan 14 tahun selesai. Rama dan Sinta pulang ke Ayodya dengan upacara yang diadakan secara besar-besaran



1.      Sinopsis Cerita Mahabrata

Secara garis besar, cerita Mahabarata bercerita mengenai kehidupan Prabu Santanu atau Sentanu (Çantanu). Dia adalah seorang raja keturunan keluarga Kuru yang menjadi raja kerajaan Barata. Dia mempunyai permaisuri bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma.Isi epos Mahabarata secara garis besar mengisahkan kehidupan Santanu (Çantanu) seorang raja yang perkasa keturunan keluarga Kuru dan bertakhta di kerajaan Barata. Bersama permaisurinya Dewi Gangga, mereka dikaruniai seorang putra bernama Bisma.

Pada suatu hari Çantanu jatuh cinta pada seorang anak raja nelayan bernama Setyawati. Namun ayahanda Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Çantanu kelak mau menobatkan anaknya dari Setyawati sebagai putra mahkota pewaris takhta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang berat ini Çantanu terus bersedih. Melihat hal ini, Bisma yang tahu mengapa ayahnya demikian, merelakan haknya atas takhta di Barata diserahkan kepada putra yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan Bisma berjanji tidak akan menuntut itu kapan pun dan berjanji tidak akan menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi takhta Çantanu.

Perkawinan Çantanu dan Setyawati melahirkan dua orang putra masing-masing Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putra ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan keturunan. Karena takut punahnya keturunan raja, Setyawati memohon kepada Bisma agar menikah dengan dua mantan menantunya yang ditinggal mati oleh Wicitrawirya, masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini ditolak Bisma mengingat sumpahnya untuk tidak menikah.
Akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya dari perkawinan yang lain, untuk menikah dengan Ambika dan Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta dan dengan Ambalika melahirkan Pandu. Destarasta lalu menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi tidak mendapat anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak masing dengan dewa Darma lahirlah Yudistira, dengan dewa Bayu lahir Werkodara atau Bima dan dengan dewa Indra lahirlah Arjuna. Sedangkan Madri yang menikah dengan dewa kembar Aҫwin, lahir anak kembar bernama Nakula dan Sadewa. 

Selanjutnya, keturunan-keturuan itu dibagi dua yakni keturunan Destarasta disebut Kaum Kurawa sedangkan keturunan Pandu disebut kaum Pandawa.Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi takhta ayahnya, tapi karena ia buta sejak lahir, maka takhta itu kemudian diberikan kepada Pandu. Hal ini pada kemudian hari menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa dalam memperebutkan takhta sampai berlarut-larut, hingga akhirnya pecah perang dahsyat yang disebut Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan Barata.

Peperangan diawali dengan aksi judi dimana kaum Pandawa kalah. Kekalahan ini menyebabkan mereka harus mengembara di hutan belantara selama dua belas tahun. Setelah itu, pada tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat tertentu. Namun para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana raja Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa keluar dari persembunyian dan memperlihatkan diri di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada Kurawa. Namun tuntutan mereka tidak dipenuhi Kurawa hingga terjadi perang 18 hari yang menyebabkan lenyapnya kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa mengambil alih kekuasaan di Barata.

BAB II
Kajian Teoritis

2.1. Teori Kepribadian Eyesenck

Hans Jurgen Eyesnck

A.    Pengukuran Kepribadian
Teori Eyesenck memiliki komponen psikometris dan biologis yang kuat
Didasari oleh spearman dan pavlov:
Spearman à kepribadian dapat diukur dan diselidiki secara psikometrik.
Pavlop à terdapat komponen biologis dari kepribadian.

Empat Kriteria untuk mengidentifikasi kepribadian:

1.      Adanya fakta-fakta psikometrik untuk eksistensi faktor tersebut, faktor tersebut harus reliable dan dapat direplikasi.
2.      Faktor tersebut harus memiliki heredity à aspek keturunan
3.      Faktor tersebut harus masuk akal dari pandangan teoritis à terdapat data-data yang secara logis konsisten dengan teori tersebut.
4.      Faktor tersebut harus mempunyai relevansi sosial à memiliki hubungan dengan variable-variable yang relevan secara sosial, seperti perilaku psikotik, kriminalitas dll.

B.     Hirarki Pengukuran Kepribadian

1.      Tindakan Spesifik atau Kognisi:
Perilaku atau pikiran individu yang merupakan karakteristik atau bukan karakteristik individu. Misalnya, seorang mahasiswa menyelesaikan tugas tepat waktu.

2.      Habbit
Tindakann kebiasan atau kognisi kebiasaan = respon-respon yang berulang pada kondisi yang sama. Misalnya, mahasiswa sering kerjakan apapun sampai selesai dan disiplin.

3.      Trait
Respon kebiasan yang saling berhubungan.

4.      Type
Terdiri dari trait yang saling berhubungan.



Text Box: TRAIT
 






Per
 















1.      Dimensi Kepribadian

a.       Ekstraversion (E) à sociable, lively, Active, Assertive, Sensation Seeking, Careless, Domminant, surgent.

b.      Neurotichism (N)à anxious, depressive, guilty feeling, low self esteem, tense, irrational, shy, moody.

c.        Psychotichism (P)à Agressive, cold, Egosentris, Impersonal, Impulsive, Anti social, Unemphatic, Creative, Tough.





Ketiga faktor à P E N à Bipolar

-          Kutub Ekstraversion dan Introversion
-          Faktor Neurotichism  dan kutub stabilitas
-          Faktor Psychotichism dengan fungsi super ego


2.      Pengukuran Superfaktor
Eyesenck mengembangkan empat inventori kepribadian yang mengukur super faktor

a.       The maudsley Personality Inventory (MPI) à mengukur E dan N
b.      Eyesenck Personality Inventory (EPI) à mengukur extraversion dan neurotichism secara independen EPI mempunyai skala kebohongan/ lie scale untuk mendeteksi jawaban Faking.
c.       Eyesenck personality Quistionare (EPQ)


2.2. Metode Pengumpulan Data
a.      Jenis data
a.1. Data Primer
Merupakan data yang didapat langsung dari subjek yang bersangkutan dengan cara wawancara, observasi dan sebagainya, peneliti berkontak langsung dengan populasi.
a.2. Data Sekunder
Merupakan dara yang tidak didapat secara langsung dari subjek yang bersangkutan dengan artian peneliti tidak kontak secara langsung dengan populasi. Data seperti ini peneliti dapatkan melalui dokumen-dokumen atau study kasus berdasarkan literatur terdahulu.
Untuk membuktikan relevansi teori terhadap kearifan lokal wayang kali ini penulis melakukan study kasus dengan tipe data sekunder.









BAB III
Analisis Tokoh

3.1. Cerita Mahabarata
3.1.a. Tokoh Bima
Bima atau Bima Sena diceritakan sebagai tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabarata. Bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya berhati lembut. Bima setia pada satu sikap yaitu tidak suka berbasa-basi dan tidak bersikap mendua. merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan Bayusutha. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya.
Bagaimana Eyesenck menjawab kepribadian Bima?

Eyesenck (Feist & Feist, 2010) mengatakan bahwa manusia memiliki komponen biologis dalam wujud trait yang kutubnya saling berlawanan dan bipolar dimana intensitas tiap kutub ini lah yang akan membedakan kepribadian yang satu dengan yang lainnya. Bima yang diceritakan kasar dan menakutkan saat peperangan namun juga memiliki hati yang lembut dapat dijelaskan oleh kutub Psychotichism dan Fungsi super Ego. Dimana bima juga memiliki sifat kasar namun sifat kasarnya ini hanya pada musuh sejalan dengan ciri-ciri yang dikemukakan oleh eyesenck dimana ketika individu memiliki kutub P tinggi dia akan tangguh, agresif, dingin dan impulsif. Kutub P yang tinggi ini dapat menjadi indikasi bagi gangguan psikologis ketika individu memiliki P tinggi dan N tinggi Individu tersebut mungkin mengalami gangguan psikologis. Namun untungnya kepribadian Bima dengan P tinggi ini yang setiap kutub nya bersifat bipolar dapat diimbangi dengan kutub lawannya yaitu super ego. Dimana P bima ini diimbangi dengan Fungsi yang super ego yang menceritakan Bima sebagai tokoh yang siap membantu dan memiliki empati terhadap keadaan sekitar. Fungsi super ego pada Bima adalah altruisme dan Empati. Hanya saja Intensitasnya ada yang lebih besar dan lebih kecil terkadang.

Anilisis kepribadian Bima ini dilakukan dari beberapa hierarki pengukuran kepribadian. Bima dikatakan pada kutub P  karena diceritakan bahwa Bima memiliki kebiasaan untuk tetap pada pilihannya , selalu siap ketika menghadapi musuh. Menjai suatu habbit dimana bima sebagai tokoh yang ditakuti lalu muncul lah trait-trait bima yang mencirikannya menjadi seorang pahlawan hingga kepada type nya seorang kesatria.




3.1.b Druyodana
Tokoh antagonis utama dalam cerita Mahabarata, merupakan musuh terbesar pandawa dan dikalahkan oleh bima dalam perang mahabarata. Disebut dalam cerita merupakan inkarnasi dari iblis kali. Lahir dari pasangan Dretarastra dan Gandari. Tokoh korawa yang diceritakan sangat licik dan kejam namun berwatak jujur dan terbiasa dimanja orang tuanya. Sejak memiliki masalah sengketa tahta Druyodana menceritakan permasalahannya sekaligus meminta saran pada pamannya sangkuni yang diceritakan licik dan berlidah tajam. Druyodana pun menceritakan kendala nya pada Ibunya saat ingin menghadapi Pandawa yang selalu membuatnya iri dan hatinya jengkel namun selalu gagal karena perlindungan krisna dan puncaknya saat kemarahannya pada dropadi sampai diberikan kekuatan oleh ibunya , namun kalah saat menghadapi Bima pada Barathayudha.

Karakter druyodana dikatakan memiliki P lebih tinggi dari pada kutub lawannya yaitu super ego, diperlihatkan dari sifat-sifatnya yang selalu iri selalu kejam saat irinya memuncak dan merencanakan balas dendam dengan hasutan dan cara-cara licik dari sangkuni. Selain P tinggi sangkuni juga memiliki tingkat N tinggi ditunjukan dari self esteem nya yang rendah dan meminta pada ibunya untuk memberikan kekuatan padanya agar dia tidak terkalahkan oleh musuh-musuhnya. Kecemasannya dengan kekalahan karena mengetahui lawan yang tangguh mendorong Druyodana untuk meminta kekuatannya pada ibunya namun sayangnya kekuatan itu harus tidak berlaku pada area bawah perutnya. Jika druyodana tidak memiliki N tinggi maka dia akan yakin pada kemampuannya menghadapi Bima. Dryodana pun memiliki I tinggi terlihat dari bagaimana dia hanya menceritakan permasalahannya hanya pada ibu dan pamannya Sangkuni.

3.1.c. Arjuna
Arjuna diceritakan bsebagai teman dekat Kresna merupakan penjelmaan dewa wisnu. Arti kata Arjuna sendiri adalah Bersinar terang , putih dan bersih. Dalam menjalani masa penyamaran dia berperan menjadi beberapa tokoh (tercatat dalam kitab warataparwa). Dia seseorang yang memiliki keahlian memanah sejak kecil oleh karena itu selalu digambarkan dalam beberapa gambar sebagai kesatria dengan panah. Cerdik dan suka menolong diperlihatkannya saat ceritanya menolong gurunya Drona saat hendak menggigit gurunya.
Tokoh Arjuna dijelaskan dengan teori Eyesenck memiliki tingkat Super Ego yang tinggi  ditujukan dengan kecenderungannya pada altruisme yang diperlihatkannya saat menolong gurunya dan bima dalam peperangan. Dan tingkat E yang tinggi dimana ciri-ciri E adalah  sociable, lively, Active, Assertive, Sensation Seeking, Domminant, surgent.





3.2. Ramayana
3.2.a. Rama
Rama diceritakan sebagai seseorang bermoral tinggi, seseorang yang sangat memegang janjinya seperti ayahnya Dasarata. Peperangan yang terdapat dalam cerita Ramayana tercermin dalam tokoh utama Rama yang sangat pemberani dan siap memerangi kejahatan yang disimbolkan oleh tokoh Rahwana terutama saat penculikan pada Sinta. Sikap pemberani pun dimiliki Rama dengan Tekadnya untuk melawan Rahwana dan menyelamatkan Sinta.
Rama memiliki tipe E tinggi dan Berada Pada fungsi super Ego ditujukan dari kegigihannya untuk terus berusaha melawan Rahwana Yang kejam saat Itu, Eyesenck mengatakan jika seseorang berada dalam fungsi ini maka dia akan memiliki empati tinggi dan altruisme (Feist & Feist, 2010). Tokoh rama pun diceritakan sangat setia pada wanita dan berkomitmen tinggi yang nantinya akan menjadi dasar kegigihannya untuk melawan Rahwana yang jahat.

3.2.b. Rahwana

Tokoh rahwana diceritakan jahat dan licik bahkan dia menculik Sinta. Licik dan cerdik ditunjukannya dengan berbagai macam cara yang dia lakukan untuk menculik Sinta dari menyamar dan cara-cara lainnya.
Berdasarkan cerita yang dipaparkan dalam sinopsis Rahwana termasuk pada kutub tipe P tinggi dan fungsi super ego rendah. Sifatnya yang licik dan jahat mendorongnya untuk jahat dan tidak berempati terhadap kesedihan Rama saat ditinggalkan Sinta bahkan jatuh pingsan. Rahwana juga memiliki ciri lain yaitu kreatif dalam melakukan usaha jahatnya dimana dikatakan ketika seseorang memiliki P tinggi dia akan terlihat kreatif dalam melakukan upaya-nya.




BAB IV
Kesimpulan & Diskusi

Kesimpulan dari pembahasan kali ini tentang pembahasan teori barat dan relevansinya pada cerita kearifan lokal ini adalah beberapa teori relevan untuk menjelaskan cerita ini tergantung dari tujuan dari diagnosis sendiri. Untuk menjelaskan gangguan kah atau untuk sekedar mengklasifikasikan kepribadian atau untuk mengetahui penyebab kepribadian itu muncul.
Terfokus pada salah satu ilmu pengetahuan saja sama dengan kita menutup kesempatan untuk pengetahuan kita tidak berkembang semestinya. Beberapa teori bisa jelaskan beberapa bagian dari manusia yang kompleks namun tidak ada teori yang benar-benar komprehensif. Seperti permasalahan wayang ini ketika pertanyaanya adalah gambaran tokoh berdasarkan tipe kepribadian maka trait theory tepat untuk jelaskan namun trait theory ini relevan apabila ada tingkah laku yang terlihat dari cerita atau individu yang ingin diketahui. Masalah mana yang lebih valid tentulah keseluruhan orang akan jawab barat lebih valid karena berdasarkan penelitian, namun ternyata sebelum itu berkembang kita sudah memiliki kearifan lokal. Tidak jarang prodak manusia licik di masa kini adalah gambaran para wayang di masa lalu, yang terpenting adalah mau mengembangkan kearifan lokal dan merelevansikan degan teori nya melalui analisis ketajaman kita pada pengetahuan dan menegakan diagnosis.

a.      Diskusi

Studi kasus ini dibuat untuk melatih kemampuan diagnosis kita terutama dalam hal menguji relevansi teori yang berkembang di perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi. sebagai seorang psikolog yang bermain dengan ilmu pengetahuan haruslah memiliki pengetahuan yang komprehensif terhadap bidang ilmu yang diminati. Dengan tidak serta merta menerima ilmu pengetahuan yang sudah besar dan berkembang lalu tidak mau mengembangkan. Individu ini bergerak megikuti jaman yang ter –Upgrade oleh karena itu kadang-kadang ilmu pengetahuan dalaam teori kurang relevan untuk dijelaskan saat ini. Berdasarkan study kasus diatas diharapkan para civitas ilmu psikologi dapat menajamkan kembali kemampuan untuk diagnostik dan pengetahuan akan teori secara eklektik, karena satu teori saja tidak cukup dan benar-benar komprehensif untuk menjelaskan satu kasus yang juga kompleks. Selain itu sebagai bagian dari dunia dengan sejarah kearifan lokal yang tertulis sebagai seorang psikolog harus menanamkan beberapa relevansi nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki.



DAFTAR PUSTAKA
Feist & Feist. (2010). Theories of Personality. (7th ed). Avenue Americas; New York




Tidak ada komentar:

Posting Komentar