Minggu, 23 Maret 2014

Tes Individu dan Populasi Khusus



Perbedaannya :
-          Tes Individual à tes yang diberikan dengan cara tertentu kepada satu orang testee, penggunaan tes ini pada umumnya digunakan untuk keperluan klinis dan diagnostik contohnya : tes intelegensi Stamford Binet dan Wechsler
-          Tes Kelompok à tes yang diberikan kepada kelompok orang, 5 hingga ratusan orang dalam waktu bersamaan, contohnya: Army Alpha, Army beta, Otis Lennon School ability test (Anastasi Urbina, 1997)
-          Tes pada populasi Khusus à tes yang memang diberikan pada populasi tertentu, tes ini ditujukan untuk orang-orang yang tidak bisa diuji secara biasa. Seperti tes intelegensi untuk tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah (Bayley Scale Infant Development, Mc Carthy Scales of chlidren’s ability, piagetian scale, untuk penderita retardasi mental (Vinneland Adaptive Behavior Scale. Tes untuk penderita cacat tubuh dan tes  lintas budaya.

A.      Tes Intelegensi
1.       Pengertian Intelegensi
Merupakan suatu konsep abstrak yang ddapat didefinisikan dengan berbagai cara. Tiga cara aspek Intelegensi yang disepakati (dalam  Adolsense,2003 ) adalah: keampuan verbal seperti tercermin dalam  keterampilan pelajar-pelajar yang sedang meneliti buku-buku perusahaan; keterampilan memecahkan masalah yante tercermin dalam kemampun seseorang dalam melaksanakan tugas dan soal latihan yang dihadapinya; terahir adalah kemampuan belajar dari dan menyesuaikan diri terhadap pengalaman sehari-hari seperti yang tercermin dalam penyesuaian diri remaja cacat fisik terhadap kemampuan nya berjalan.
2.       Jenis Tes Intelegensi Individual
2.1. Tes Binet
Dimulai dari tahun 1904 saat binet diminta oleh kementrian prancis untuk menentukan metode apa yang bisa digunakan untuk menentukan pelajar mana yang bisa masuk sekolah umum dan pelajar mana yang harus masuk sekolah khusus. Theopile simon, mengembangkan tes intelegensi untuk kepeluan tersebut. Tes ini dinamakan skala 1905 terdiri dari 30 soal mulai dari kemampuan menggambar suatu bentuk berdasarkan ingata dan mendefinisikan konsep abstrak.
Binet mengemukakan mantal ageà tingkat perkembangan mental seseorang dibanding yang lain. Binet mengatakan anak yang terkena keterbelakangan mental akan menunjukan perilaku yang sama dengan anak normal yang usianya lebih muda dari dia.

Sejarah singkat tentang norma
Ia membuat norma intelegensi dengan melakukan tes pada 50 anak tidak terbelakang mental dengan usia 3 – 11 tahun. Anak-anak yang diperkirakan terkena keterbelakangan mental diberi tes dan hasilnya dibandingkan dengan hasil anak-anak seusia mereka dari kelompok sample normal. Skor rata-rata usia mental (MA) berkaitan dengan cronological age (CA) atau usia kronologis seseorang saat lahir. Anak cerdas mempunyai MA lebih tinggi dari pada CA dan anak yang lambat MA lebih rendah dari pada CA. Menurut buku Adolscene istilah “Inteligence Quotient” diciptakan oleh Wiliam Stern (1912) adalah usia mental anak dibagi dengan usia kronologi dikalikan 100.

IQ = MA/CA*100
Keterangan:
-          Usia mental = Usia kronologis IQ  100
-          Usia Mental ≥ Usia kronologis IQ > 100
-          Usia Mental ≤ Usia Kronologis IQ< 100

Tes Binet memiliki beberapa Revisi sampai berubah menjadi tes Stamford-Binet karena dilaksanakannya di Stamford University.
Tes Stamford-Binet diberikan dari anak usia 2 tahun – dewasa, tes ini meliputi macam-macam soal dan membutuhkan jawaban verbal yang lain non verbal. Dalam buku dolscene dikatakan contoh nya adalah soal-soal yang menggambarkan performa anak usia 6 tahun kemampuan verbal nya mendefinisikan paling sedikit enam kata, seperti jeruk dan amplop. Kemampuan non-verbal nya menelusuri alur melalui “maze”. Tes stamford Binet edisi ke 4 dipublikasi tahun 1985 (Thorndike, Hagan, Settler, 1985 dalam Adolscene,  ). Tambahan penting dalam versi ini adalah adanya analisis respon seseorang dalam kaitan dengan empat bidang yang diukur; penalaran verbal penalaran kuantitatif, penalaran abstrak/visual, dan ingatan jangka pendek. Skor gabungan yang dihitung menggambarkan intelegensi secara keseluruhan. Tes ini adalah tes intelegensi individual yang paling luas penggunaannya.

2.2. Tes Weschler
Selain tes binet tes individual lainnya adalah tes weschler, dikembangkan oleh David Weschler. Terdiri atas tes WAIS-T (Weschler Adult Intelligence scale-Revised) atau tes intelegensi untuk remaja dan orang dewas, dan WISC-R (Weschler Intelligence Test for Chlidren- revised) ditujukan untuk anak usia 6 – 16 tahun (Weschler;1981 dalam adolscene,2003 )


Skala ini tidak hanya memunculkan IQ tapi soalnya memunculkan kelompok subtes , 6 diantaranya adalah subtes verbal dan 5 diantaranya subtes non verbal, hal ini memungkinkan kita mendapatkan hasil Tes verbal sendiri dan non-verbal sendiri. Juga dapat mengetahui kerja mental mana yang lebih cepat, dibawah rata-rata atau diatas rata-rata. Terpenting adalah masuknya subtes non verbal membuat kita bisa mengetahui  IQ verbalnya berapa dan IQ non verbal nya berapa.

Berpikir Kritis ! :
Apakah kita pernah berpikir mengenai intelegensi dalam tes intelegensi ? intelegensi itu faktor yang tunggal atau mudahnya apakah intlegensi itu kemampuan umum seseorang? Atau sejumlah kemampuan khusus?
Jawaban :
Teori 2 faktor dari Spearman:
Intelegensi yang seseorang miliki itu mempunya dua faktor yakni faktor general (faktor G/ faktor umum) dan faktor khusus (faktor S / spesifik) , Spearman meyakini kedua faktor ini yang mempengaruhi intelegensi seseorang (Charles Spearman, 1927 dalam Adolscene, ). Tapi tidak begitu kenyataannya sebagian besar pendekatan intelegensi hanya memperhatikan faktor khusus , faktor umumnya terlewatkan.
Teori faktor ganda (Multiple Intelligence) Thurstone (1938) dalam Adolscene ()mengatakan bahwa intelegensi merupakan tujuh kemampuan mental dasa yaitu pemahaman verbal, kemampuan berhitung, kelancaran kata-kata, visualisasi ruang, ingatan asosiatif, penalaran, dan kecepatan perseptual.

Teori thriarcic Stenberg , mengajukan teori thriarcic , teori intelegensi dengan tiga komponen utama diantaranya; intlegensi komponensial, intelegensi eksperimental, intlegensi kotekstual. Semua ini dikatakan untuk mengkritik tes intelegensi tradisional milik binet bayangkan apabila seseorang memiliki skor tinggi pada tes intelegensi tradisional stamford-binet padahal dia adalah pemikir analitis handal, atau  tod yang tidak pernah mencapai skor bagus tapi punya cara pikir kreatif.
Dalam pandangan stenberg mengenai intelegensi komponensial à unit dasar intelegensi adalah suatu komponen ang didefinisikan sebagai unit dasar pemrosesan informasi, dari menerima, menyusun sampai  membuat keputusan. Melakukan penalaran , memecahkan masalah, membuat strategi sampai menerjemahkannya melalui tindakan.
Bagian kedua merupakan aspek pengalaman, stanberg berkata orang yang cerdas mampu menyelesaikan masalah baru dengan cepat tapi dia juga bisa memecahkan masalah yang sudah dikenalnya secara otomatis tidak perlu berpikir lagi.


Bagian tiga, meliputi pengetahuan meliputi bagaimana cara kita menghadapi masalah sehari-hari contohnya cara menggati batu batre dan cara kita berhubungan dengan orang lain.

SUB TES WESCHLER INTELLIGENCE SCALE FOR CHILDREN
1.       Sub tes Verbal
-          Similirarities      : individu dituntut untuk berfikir logis dan abstrak mengenai persamaan berbagai benda.
Ex: apa persamaan perahu dengan kereta api?
-          Comprehension/ pemahaman: dirancang untuk penilaian kemampuan dan kemampuan berpikir menghadapi masalah sehari-hari.
Ex: mengapa penjahat dimasukkan dalam penjara?
2.       Subtes Performasi
-          Picture Arrangement (menyusun gambar): serangkaian gambar yang ditunjukkan pada peserta tes, yang diminta untuk memperbaiki ukuran gambar dengan tepat agar bisa dibuat cerita yang tepat, subjek ini menilai cara seseorang mengintegrasikan informasi sehingga menjadi bermakna logis.

Misalkan : “Gambar-gambar ini perlu dirubah urutannya dengan benar, buatlah cerita yang baik”

   


-          Block design (mendesain kubus): peserta tes harus menyusun kubus warna-warni sesuai yang ditunjukkan pemeriksa, aspek yang diukur adalah koordinasi pengelihatan gerak motorik, organisasi perseptual, dan kemampuan perseptual ruang.
Contohnya : buatlah kubus ini untuk membuat gambar sesuai dengan gambar disebelahnya.

Dengarkan Jawaban Garner “Tujuh Kerangka Loh. Bukan Satu”
Usaha terakhir untuk menjawab tentang intelegensi adalah pernyataan dari Howard Gardner (1983-1989) dalam Adolscene (). Disebutnya tujuh kerangka pemikiran Gardner, intelegensi yang beragam ceritanya tentang seorang anak yang jago bermain basket dimana setla me rebound bola dia melempar bola, menghalangi musuhnya, memberi umpan kepada temannya untuk melakukan tembakan ke ring basket, menurutnya itu adalah kecakapan spasial kemampuan memahami ruang, dan bethoven seorang musisi klasik disebutnya memiliki intelegensi musikal (dalam Adolscene,2003). Garner menambahkan intelegensi terdiri dari intelegensi verbal, matematis, berfikir mendalam/ menganalisa dirinya serta keterampilan berpikir untuk menganalisa orang lain.
Gardner pun menambahkan bahwa ke-7 intelegensi nya ini dapat dirusak oleh otak dan bisa jadi pada salah satu intelegensi seseorang bisa sangat ekstrim contohnya pada anak gifted.

Kesimpulan kritik :
Menurut saya perkembangan tentang intelegensi menyimpulkan bahwa acap kali tiap pakar saling berdialektika dengan pakar yang lain, terlebih setiap kritik yang disampaikannya selalu berbeda. Pertama terkait intelegensi adalah faktor umum dan faktor khusus tergantung dengan korelasinya (bahasan sebelumnya), terkait pola korelasi tergantung pada siapa yang di tes ( anak-anak sekolah, calon tentara dll), terlepas dari ketidak konsistenan itu tergantung, tentang hal intelegensi meghasilkan skor kemampuan umum dan khusus demikian, SAT tidak mengahasilkan skor keseluruhan, SAT menghasilkan kemampuan tersendiri untuk verbal dan Matematis, hampir sama dengan Tes Binet Tes SAT ini digunakan untuk prediktor keberhasilan di perguruan tinggi.
Banyak juga kontroversi tentang Intelegensi dan tesnya, terkait bias budaya, gender, suku bangsa, kontroversi antara bawaan-Lingkungan, dan lain lain.
Kiranya disini saya ingin membuat suatu praduga:
1.       Untuk ketiga kontroversi itu saya akan menggunakan bahasan bandura mengenai Social kognitif teori , dalam Feldman, 2008 menjelaskan teori social –Cognitive itu mengenai model respirokal di posting sebelumnya bahwa individu itu memiliki tiga faktor yang saling berhubungan: SOSIAL – PRIBADI (Kognitif, Afektif, Konatif) – Lingkungan  maka kontroversi mengenai bawaan dan lingkungan sedikitnya mulai terjawab bahwa lingkungan memang mempengaruhi.
2.       Tentang faktor bawaan (genetis ) untuk seorang ekstrimis mendel pasti menyetujuinya, tapi ketika ditanyakan “tes itelegensi itu sering banget dari SD , SMP, SMA juga pasti pernah di tes dan soalnya itu-itu saja ko jd wajar kalau IQ anak sekarang besar-besar” tidak jarang segelintir orang beranggapan demikian dan belum menemukan jawaban pastinya.







Kesimpulan terahir terkait tes individu:

-          Tes individu itu tes yang diberikan tidak bisa diberikan secara bersama-sama , contohnya yang dibahas disini  tes intelegensi Stamford-Binet dan Weschler. Umumnya digunakan untuk ranah klinis dan diagnostik à rasionalisasinya à dulu tes intelegensi digunakan untuk indikasi orang yang terkena gangguan mental, sekarang berkembang semakin spesifik bahkan digunakan untuk Asessement.

sumber:

Feldman, R.S. (2008). Understanding Psychology (8th ed.). New York: McGraw-Hill

Santrock, J. W (2003). Adolescene (6th ed).Jakarta; Penerbit Erlangga. 

Anastasi Anne, Susaba Urbina (2007). Tes Psikologi. Edisi Ke-7. Jakarta:PT Indeks.






Kamis, 20 Maret 2014

“Mata Kanan, ‘Klik’”




Hari itu hari kamis, cuaca tak begitu terik dan kelihatannya memang tidak akan segera turun hujan. Kamis itu kali saya dan kawan-kawan psikologi 2012 yang lain berencana untuk mengunjungi suatu tempat yang jarang sekali kami kunjungi, kami berencana akan mengunjungi  Pusat Kegiatan Mahasiswa (Tempat Berkumpulnya seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa). Hari itu , ditempat itu memang di agendakan suatu acara bertajuk Photography yang dilaksanakan oleh Photo-UP(salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di Universitas Pancasila yang bergerak dalam bidang photography) , ya kali itu kami akan menghadiri Pameran yang diadakan photo UP ini, acara pameran photo ini merupakan acara tahunan UKM Photo UP yang diadakan bertujuan untuk memamerkan hasil karya mereka selama periode kegiatan. Tema acara pameran kali ini adalah “Mata Kanan”. Saya bertanya kepada teman saya yang kebetulan memang anggota dari Photo UP dan panitia kegiatan pameran ini , namanya Puspa (Mahasiswi Psikologi UP 2012), “Pus, kenapa tema-nya ‘Mata Kanan’? apa gara-gara kalau kita lagi moto mata kanan kita yang dipakai untuk melihat dan menyesuaikan lensa dan mata kiri nya ditutup?” , dan benar saja filosofi dari judul pameran kali ini mengambil dari photograph nya sendiri , yaitu ketika seorang photographer sedang mengambil moment dalam sebuah foto maka  mata kanan nya yang dia gunakan untuk melihat lensa kamera dan mata kirinya memang ditutup, entah apalalah maksudnya. Saya menjadi memikirkan bahwa si photograph ini lah sebenarnya yang dipanggil  ‘Mata Kanan’.

            Begitu banyaknya moment, kejadian, stimulus visual yang ada di dunia ini, keindahan alam dan keindahan-keindahan lainnya yang tidak semua pasang mata bisa menangkap keindahannya dan mengabadikannya seperti “Mata kanan berkepala hitam” ini. Dalam sekejap dia bisa menangkap berbagai moment , memori, dan stimulus visual lainnya yang dalam sekejap juga dirubahnya menjadi maha karya yang semua orang bisa nikmati, namun tak semua orang bisa buat.  Saya membayangkan ketika didunia ini teknologi tidak bisa menemukan lensa dan kamera , maka sayang sekali semua keindahan di dunia ini tidak bisa semuanya bisa dinikmati, bayangkan zaman sekarang dengan teknologi yang serba canggih bahkan semut rawa pun , karena si mata kanan berkepala hitam dan blitz cahaya juga ketajaman lensa nya, bisa kita nikmati indahnya biarpun hanya melalui gambar.



Oke sekarang kita berbicara tentang pameran yang saya dan kawan-kawan kunjungi tadi ya, saat kami tiba didepan pintu PKM kami disambut oleh keramahan kawan-kawan photo UP lainnya tentunya dari berbagai Fakultas. Perhatian saya tiba-tiba tertuju pada kain putih penuh coret-coretan yang digantung di sudut kanan pintu masuk pameran, bukan masalah kainnya, tapi saya melihat semua coretan itu dan melihat semua coretan itu berisi apresiasi dari pengunjung terhadap acara ini. Seperti kebanyakan dari acara pameran lainnya ruangan aula PKM yang tadinya hanya terlihat sebuah ruangan kosong tanpa kehidupan, disulap seperti saat ibu peri menyulap cinderella. Desain dari ruangan pameran itu memang ala Photo-UP banget deh, kain hitam yang tertempel untuk menutupi dinding-dinding usang yang tidak terawat merubah penampilan ruangan itu menjadi ruangan pameran yang cukup beraroma klasik. Ditambah dengan lampu bohlam yang sedikit dibuat redup dan hanya menyoroti photo yang dipajang menambah keyakinan bahwa diruangan ini memang sedang ada acara pameran photo.  

Satu- persatu foto yang terpajang dan tersusun rapi di mulai menarik perhatian para pengunjung lain yang mungkin sama-sama berprofesi sebagai seorang  ‘Mata Kanan’ juga. Ada yang berdecak kagum, ada yang diam sambil memandangi foto, ada yang tertawa saat melihat foto, ada yang menunjuk foto dengan telapak tangan dan mengerutkan kening saat melihat salah satu foto yang ada di sudut kanan, seperti mengingat-ingat tempatnya. Ada yang hanya lalu-lalang saja didalam ruang pameran yang kita tentu bisa tebak itu adalah panitia, suara musik yang tidak terlalu keras terdengar dan sumber suara itu dapat diperkirakan dari sudut-sudut ruangan yang memang setelah kulihat, disitulah tempat disimpannya speaker atau pengeras suara yang memutarkan lagu syahdu. Kawan-kawan sekelas ku mulai sibuk memilih foto untuk mereka ceritakan di blog seperti ceritaku kali ini, tebak saja ini pasti tugas mas seta. Saya berasumsi bahwa tujuan beliau menginstruksikan kami untuk menghadiri pameran photo up ini selain karena ikut meng-apresiasi tapi juga untuk menangkap fenomena apa yang ada di pameran ini, seraya menajamkan indra kami sebagai seorang peneliti.




Baiklah sebelumnya saya juga sama seperti mas-mas dan mba-mba yang tadinya hanya hilir mudik memperhatikan foto, karena saya juga tidak begitu mengerti tentang foto maka saya mulai melihat-lihat foto dari depan pintu masuk. Tiba-tiba perhatian saya teralihkan kepada satu foto yang ada di ruangan itu, foto itu sederhana saya tidak memperhatikan judulnya apa hanya begitu saya melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang menaiki satu perahu diatas sungai dan membentangkan jala nya. Saya memikirkan fokus foto ini adalah jala dan si empunya jala nya yang sedang membentangkan jala nya. Lensa dan mata kanan berkepala hitam ini seperti hendak menceritakan laki-laki setengah baya yang ada dalam potret itu , nanar matanya yang melihat kedepan menantang matahari dan tubuhnya dengan sekuat tenaga membentangkan jala agar terbuka lebar dan sekaligus menyeimbangkan dirinya dengan air berjaga-jaga agar perahu yang dinaiki nya tidak terbalik. Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan jala yang membentang dan laki-laki setengah baya yang ada didalam potret ini, melepas rasa penasaranku yang memperkirakan judulnya dalam benakku bahwa si mata kanan berkepala hitam ini hendak menceritakan kisah si laki-laki setengah baya yang setiap waktu nya membentangkan jala. Benar saja judul dari potret ini adalah “Jala Kehidupan”.

Ketika saya wawancarai mata kanan berkepala hitam yang mengabadikan potret ini, dia menjawab bahwa saya ingin menceritakan kehidupan seseorang lain yang tidak diketahui orang-orang kebanyakan. Selama ini yang banyak ter-ekspose di media teknologi tinggi adalah kehidupan orang-orang dengan kelas-kelas berbeda, sekarang saya ingin ceritakan dalam potret ini bagaimana seorang laki-laki setengah baya menggantungkan kehidupannya dan keluarganya hanya pada bentangan jala. Di dalam jala ini bagaimana semua nyawa bisa terus hidup, tumbuh dan berkembang setiap harinya, bagai mana jala ini bisa menampung mimpi-mimpi dari setiap orang yang ditanggung oleh laki-laki setengah baya ini. Bukan hanya menampung impiannya tapi mungkin juga membukakan pintu untuk mencapai impiannya. Kita tidak tahu seberapa besar kelelahan yang ditanggung oleh jala ini dan kita tidak pernah tau seberapa besar luka yang tergores pada laki-laki setengah baya ini saat membentangkan jala nya. Kita tidak juga tahu bagaimana laki-laki ini berusaha sekuat tenaga nya menjaga tubuhnya dalam keseimbangan agar jala ini tidak terbalik atau jatuh. Nanar matanya tidak menunjukkan kelelahan, begitu pun jalanya yang berkali-kali dibentangkan tidak berbicara bahwa dia lelah dan ingin istirahat. Bagaimana jala dan laki-laki paruh baya ini awalnya saling kenal dan bagaimana sampai seakrab ini , bahkan laki-laki setengah baya ini mempercayakan kehidupannya pada jalinan benang berlubang , jala. Seperti itu lah kira-kira yang ada dibenak saya ketika saya melihat potret ini dan melihat bagaimana cara mata kanan berkepala hitam saat menceritakannya.

Begitu sederhana, hanya dalam ukuran 4X4 kertas foto, dan hanya dengan lensa yang mempunyai blits dan sesederhana “klik” pada suara kamera, sekejap menggambarkan segalanya  dan bisa dinikmati oleh semuanya. Hanya dengan melihatnya saja saya bisa merasakan betapa beratnya setiap harinya yang dia lalui. Juga betapa besarnya keinginan si mata kanan berkepala hitam ini menceritrakan kehidupan orang lain dalam potret ini. Sederhana , tapi tidak kecil bahkan bermakna sangat besar apalagi menceritrakan 40 tahun kehidupan setiap harinya yang dilalui oleh laki-laki paruh baya pemegang jala, tapi dengan pengemasan sedemikian rupa hal ini bisa dinikmati dan dipamerkan dalam pameran, jadi bukan hanya dirinya yang bisa menikmati moment ini , semua orang yang mengahadiri pameran bisa menikmatinya.

Setelah itu kami diharuskan mengisi satu kertas yang tujuannya untuk mem-voting foto yang menurut kami bagus dan mungkin akan menjadi foto terpaforit dalam acara tahun ini. Saya rasa apresiasi ini bagus untuk terus memacu semangat dari anggota photo UP untuk memaksimalkan karya mereka dan terus mengemasnya sesederhana mungkin. Terakhir kami diminta untuk berfoto bersama untuk dokumentasi acara. Saya sangat terkesan dengan acara ini , acara pameran ini bukan acara yang mudah dilaksanakan oleh mahasiswa tapi dengan kerja keras dan suatu totalitas, acara ini bisa terlaksana dan dinikmati oleh pengunjung, oh ya dengar-dengar bukan hanya ada pameran foto saja tapi hiburan berupa musik pun ada pada saat opening dan workshop tentang photography pun ada. Saya hanya ingin ini terus diapresiasi oleh teman-teman mahasiswa lainnya dan menjadi tolak ukur bahwa suatu acara itu dipandang berhasil atau tidak bukan karena kemahalan dari acaranya dan gengsi yang didapat karena mengundang bintang tamu ternama, terlebih karena tujuan dan capaian yang menjadi ekspektasi pelaksana terpenuhi, semoga terus lebih baik lagi dan semoga tidak berhenti sampai disini, SALAM SOBAT Kaula Muda!








Berikut Foto-foto dalam pameran , ada yang saya cantumkan nama nya dan tidak , maklum faktor usia:

1.       





           


                                                         

Rabu, 19 Maret 2014

"Mahasiswa Lepas Seragam, Sering Telat, Siswa Pake Seragam Takut Guru Piket. Mahasiswa Telat Ancaman IPK Rendah "

DISKUSI dan PERMASALAHAN

Topik               : Perilaku Prokrastinasi (keterlambatan mahasiswa dan Prestasi Belajar)

prilaku Prokrastinasi pada mahasiswa semakin banyak dan hampir menjadi habbit , terutama prokrastinasi dalam hal masuk kelas saat kuliah. Fenomena mahasiswa prokrastinasi disini di spesifikan dalam hal terlambat masuk kelas , fenomena ini sangat sering ditemui di Univ Pancasila dan mungkin universitas-universitas lain. Dulu pada saat SMA dan saat masih menjadi siswa fenomena ini ditemui juga tapi tidak pada kuantitas yang banyak dan frekuensi nya pun tidak sering di temui, mas Setta dosen psikologi UP melakukan observasi terhadap kelas kami khususnya, beliau memberikan statement   “Kenapa ya mahasiswa sekarang ko lebih dulu dosennya yang datang dibanding mahasiswa? padahal kalau di sekolah-sekolah siswa akan datang lebih dulu dari gurunya,  padahal posisi siswa dan mahasiswa pun sama-sama pelajar hanya berbeda pada kata ‘Maha’ dan ‘Guru / Dosen’  terlepas dari itu semuanya sama ko”. Seolah-lah perilaku prokrastinasi di dalam akademik khususnya dalam kedisiplinan waktu hadir itu seolah-olah jadi trend di mahasiswa sekarang.

Satu lagi keanehannya adalah mahasiswa yang terlambat itu itu-itu saja dan setelah di perhatikan nilai IPK atau prestasi akademik nya dikelas pun mereka yang terbiasa terlambat itu terlihat tidak maksimal pada pencapaian prestasinya , saya iseng sih observasi ke akademik dan kebetulan saya memang punya teman yang selalu terlambat ke kampus dengan berbagai alasan, Fakta bahwa Pencapaian Prestasinya tidak terlalu memuaskan dan ada pula yang sama sekali tidak memuaskan. Berdasar pada fenomena itu lah yang mendorong Mas Seta (dosen psikodiagnostik F.Psi UP untuk meberikan tugas yaitu “melakukan study literatur tentang prilaku prokrastinasi dalam hal keterlambatan mahasiswa , dan memahami fenomena diatas tadi, lalu mencari ada atau tidaknya korelasi antara prilaku prokrastinasi dengan prestasi belajar melalui study literatur, dan tools apa yang bisa digunakan untuk mengukur fenomena tersebut.

Masalah           :
1.      Apakah terdapat korelasi signifikan antara prilaku prokrastinasi dengan prestasi belajar?
2.      Apakah Terdapat Korelasi signifikan antara Faktor (mahasiswa dan Siswa) dengan Frekuensi prilaku prokrastinasi pada mahasiswa (terlambat kuliah)?.  Kaitkan dengan teori, temukan penyebabnya.
3.      Metode paling tepat untuk penelitian ini?


JAWABAN PERTANYAAN dan DISKUSI

A.     Definisi Prokrastinasi Secara Umum


Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali digunakan oleh Brown dan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut procrastinator (M. N. Ghufron, 2003: 14).

Prokrastinasi dalam bahasan ini di spesifikan pada penundaan untuk masuk kelas dan kuliah tepat waktu (keterlambatan).

Menurut Ferrari (M. N. Ghufron, 2003: 28) menyatakan,
Prokrastinasi mengganggu dalam dua hal:
1.      Faktor internaL

Faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan
prokrastinasi, meliputi:

1)       Kondisi kodrati, Terdiri dari jenis kelamin anak, umur, dan urutan kelahiran. Anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi, dibantu, apalagi orang tua belum berpengalaman. Anak bungsu cenderung dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari kakaknya.
2)      Kondisi fisik dan kondisi kesehatan, mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik. Menurut Ferrari (M. N. Ghufron, 2003)  tingkat itelegensi tidak mempengaruhi prokrastinasi walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan.
3)       Kondisi psikologis, trait kepribadian yang dimiliki individu turutmempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi, misalnyahubungan kemampuan sosial dan tingkat kecemasan dalamberhubungan sosial, Millgram (M. N. Ghufron, 2003: 28). Besarnya motivasi seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinas. Semakintinggi motivasi yang dimiliki individu ketika menghadapi tugas,akan semakin rendah kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi artinya motivasi orang untuk kuliah pun mempengaruhi perilakunya saat kuliah.


Membahas motivasi pada point tiga pernyataan berikut mengenai prokrastinasi dalam hal keterlambatan mahasiswa masuk kelas dipengaruhi oleh motivasi individu, pernyataan ini sejalan dengan definisi Motivasi dalam Sarwono, W Sarlito (2012) yakni:

“Motivasi diartikan  bahasa movere atau motion yang diartikan sebagai gerakan atau sesuatu yang bergerak. Dalam psikologi diartikan sebagai rangsangan dan dorongan atau pembangkit suatu tenaga bagi terjadinya suatu perbuatan (action) atau perilaku atau behavior”.
“Motif merupakan dorongan atau energi  yang terdapat dalam diri seseorang, seperti halnya yang dikatakan oleh sigmund freud  bahwa setiap perilaku didorong oleh energi dasar atau naluri. Insting ini dibagi oleh freud menjadi dua yakni eros (hidup) dan tanatos (agresif)”.
Artinya disini perilaku individu itu tergantung pada sejauhmana motiv dalam dirinya, termasuk dengan point tiga yang mengatakan masalah prokrastinasi dalam hal keterlambatan apabila dikaji dengan trait yang mengatakan bahwa motivasi adalah salah satu penyebab munculnya prilaku prokrastinasi.

            Prokrastinasi dalam keterlambatan masuk kelas dalam beberapa sudut pandang teori:
                                       
1.      Teori Belajar Tradisional Behaviorisme

Mengatakan bahwa perilaku manusia yang menetap atau berubah merupakan hasil yang dipelajari, dasar perilaku adalah pengalaman dan adaptasi terhadap lingkungan. Perilaku Manusia  hanya dipandang sebagai hubungan Stimulus dan Respon , menghilangkan aspek organisme nya, hanya terfokus pada pembelajaran mengenai bagaimana suatu stimulus yang menghasilkan respon. (Feist & Feist,  2010). Jadi ketika seseorang mengeluarkan perilaku sebagai contoh perilaku prokrastinasi dalam hal keterlambatan mengikuti kuliah dapat dipelajari penyebab seseorang melakukannya dengan cara mempelajari stimulus nya dan proses pengondisian stimulusnya sehingga menghasilkan respon berupa perilaku yang tetap atau kebiasaan.

Terdapat dua jenis pengondisian yang dikemukakan Behaviorisme yaitu pengondisian klasik dan pengondisian operan. Menurut Skinner (1953) pengondisian klasik adalah pengondisian respondennya melalui pemasangan stimulus tidak berkondisi dengan stimulus berkondisi yang nantinya akan menghasilkan respon berkondisi pula (dalam Feist & Feist 2010), pengondisian ini dilakukan berulang-ulang sehingga terdapat poses pembelajaran dan adaptasi terhadap stimulus yang dikondisikan ini. Skinner (1953) mengatakan untuk pengondisian operan adalah pengondisian dan asosiasi pada stimulus tapi lebih berfokus pada perilaku dan konsekuensi yang didapat dari perilaku, dalam hal ini apabila perilaku mendapat sebuah penguatan (reinforced) maka kemungkinan perilaku itu akan diulang berbeda saat perilaku mendapatkan sebuah hukuman (punishment) kemungkinan perilaku itu tidak akan diulang/ bahkan tidak muncul kembali.

Berdasarkan paparan diatas saya akan mencoba menjawab fenomena perilaku prokrastinasi dalam keterlambatan masuk kelas pada mahasiswa yang lebih sering ditemui dibanding pada saat kita masih menjadi siswa, menggunakan literatur teori pengondisian operan BF Skinner.



1.      Faktor terpenting dari perilaku yang dipertahankan atau tidak adalah konsekuensi dari tindakan mendapat reward atau punishment. Dan penekanan terhadap proses belajar.

Kita kaji dari fenomena , mahasiswa yang sering terlamat kuliah itu frekuensi keterlambatannya berapa kali , taruhlah dalam satu minggu dia terlambat di dua mata kuliah yang sama contohnya pada mata kuliah filsafat setiap minggu mahasiswa A ini selalu terlambat saat kuliah, bukan karena faktor kemacetan dan lain-lain mahasiswa A ini tiba di kampus sudah 30  menit yang lalu tapi dia tidak langsung masuk ke lingkungan kelas atau lingkungan kampus , anak-anak sekarang menyebutnya “nongkrong dulu lah”. Lalu karena kita akan mengkaji ini dengan pengondisian operan behaviorisme maka salah satu faktor penting yang harus kita ketahui adalah penyebab perilaku itu bisa berulang / respon itu berulang , kira-kira stimulus apa yang menyebabkan perilaku itu / respon tersebut berulang?

Pertama, dosen yang mengajar mata kuliah filsafat ini agak sedikit santai bahkan tidak pernah menegur  mahasiswa yang telambat atau keluar masuk kelas dan ketidakdisiplinan mahasiswa lain yang dilakukan di dalam kelas.

Kedua, ternyata anak yang terlambat ini tidak hanya terlambat sekali tapi berkali-kali bahkan setiap minggu di matkul dosen yang sama itu. Tidak mendapatkan respon tepat dan dosen malah membiarkannnya. Karena ini tejadi berulang dan subjek mengasumsikan bahwa terlambat itu ga akan di hukum kok oleh dosennya , dosennya baik ko, karena proses shaping yang tidak berjalan semestinya , proses shaping ini diartikan sebagai suatu penguatan yang diberikan secara terus menerus saat perilaku mendekati respon yang diinginkan.

Ketiga , pada saat jadi siswa dulu di sekolah kita ada yang namanya guru BK nah biasanya guru BK ini tugasnya adalah menjaga GDN atau Gerbang Sekolah sebagai guru piket, lalu ketika bel masuk berbunyi pintu gerbang akan di tutup dan siswa yang terlambat tidak boleh masuk kelas, ketika tiga kali tidak boleh masuk kelas akan dilakukan pemanggilan orang tua sampai berturut-turut sampai DO. Dalam perkuliahan dan dilingkungan tidak ada kebijakan seperti ini , rules kelas ditentukan oleh dosen dan mahasiswa nya di kelas atau sering di sebut kontrak belajar tapi bukan berarti adanya kontrak belajar ini perilaku prokrastinasi dalam hal keterlambatan masuk kelas ini jadi berkurang, faktanya tidak sedikit mahasiswa yang melanggar kontrak belajar itu, dalam teori behaviorisme Skinner (1953) proses pengondisian bergantung pada pengendalian dari eksternal yang memberikan reinforce atau punishment secara langsung setelah perilaku dimunculkan ( dalam Papalia, 2008).



stimulus --> Mahasiswa A telat pada pembelajaran Pertama 
Respon --> Dosen tidak memberikan respon tepat à punisment

terjadi berulang-ulang
Ketika Terjadi Berulang-ulang à Terjadi Pembelajaran pada Respon à Tidak mendapat Punishment à perilaku dipertahankaan à Sering terlambat


Prinsip Pada Pengondisian Operan, Skinner mengemukakan setidaknya ada 3 prinsip dalam Pengondisian Operan (Dalam Papalia,2008

a.      Peng-Generalisasian Terhadap Stimulus
Pengertian singkatnya adalah Kita memberikan respon yang serupa terhadap stimulus yang sama. Contohnya  dalam hal ini : ketika mahasiswa A melakukan prokrastinasi dalam hal keterlambatan masuk kelas dalam pembelajaran filsafat berulan-ulang dengan hasil asosiasi bahwa dosen filsafat ini tidak galak dan tidak akan menghukum jadi tidak masalah jika telat masuk kelas, maka untuk hal lain di pelajaran filsafat ini mahasiswa A mungkin saja melakukan prokrastinasi pada hal lainnya selain kedisiplinan masuk kelas, misalkan dia juga melakukan prokrastinasi pada pengumpulan dan pembuatan tugas , sehingga diakhir ketika ujian dia jelek tentu berimbas pada prestasi akademiknya, hal nya adalah IPK.
b.      Diskriminasi terhadap stimulus
Pengertian, kecenderungan kita membeda-bedakan stimulus dan merespon yang berbeda pula, contohnya pada saat dosen memberikan aturan untuk tidak telat denga kata-kata “Jangan Telat” justru lebih sering dilanggar.

c.       Extinction (Kepunahan)
Suatu respon apabila sebelumnya sudah tekondisi dan tidak mendapat reinforce lagi maka respon tersebut kemungkinan akan hilang. Contohnya ketika dosen hanya memberikan punishment 1 kali dan keesokannya tidak memberikan punishment lagi pada mahasiwa yang melakukan prokrastinasi dalam hal keterlambatan masuk kelas , maka respon disiplin dari mahasiswa akan hilang lagi dan akan kembali tidak disiplin

d.      Law of Effect
Ketika perilaku mendapat reinforce akan diulang, ketika mendapat punishment tidak akan diulang.

1.      Sudut Pandang Social – Cognition Learning Theory (Albert Bandura).
Over View theory
-          Daya pendorong u/ berkembag berasal dari sso.
-          Manusia belajar perilaku sosial yg sesuai, terutama dgn mengamati model / ditiru (ortu, publik figur). à Pembelajaran Imitasi (meniru Model)/ Observasi.
-          Dalam model pembelajaran Bandura, faktor orang/kognitif memainkan peran penting à self-efficacy berpengaruh kuat pd perilaku

Jadi apabila fenomena terlambat dijelaskan menggunakan teori ini memfokuskan pada teori belajar imitasi , dimana bandura mengatakan bahwa dalam pembelajaran imitasi ini orang melakukan sesuatu atau berprilaku sesuai atau tidak sesuai dengan norma atau budaya disekitar itu tergantung pada saat menirukan model (Papalia, ).
Dalam penjelasan fenomena terlambat dalam teori ini akan menekankan pada ada atau tidaknya model perilaku prokrastinasi dalam hal terlambat , dan konsekuensi terhadap model perilaku tersebut.
Jika dalam behavioris sangat berpusat pada lingkungan yang mengontrol dalam teori ini perilaku manusia itu dipengaruhi ketiganya. Dan mungkin bisa menjelaskan harus atau tidaknya universitas menetapkan kebijakan seperti pada saat sekolah.

Pertama kita kenali model respirokal Bandura




Penjelasan

1.      Kognisi mempengaruhi perilaku à siswa A melihat temannya terlambat setiap pembelajaran filsafat à dosen tidak menegur dan membiarkanà terbentuk skema kognitif dalam mahasiswa tersebut bahwa ketika terlambat dia tidak akan mendapat konsekuensi berupa hukuman à mempengaruhi perilaku nya yaitu à prokrastinasi dalam hal keterlambatan à ketika sering dilakukan à Perilaku pencapaian berupa prestasi menurun

Perilaku mempengaruhi kognisi à perilaku prokrastinasiA  membuatnya memperoleh nilai ujian yang tidak terlalu memuaskan tp tidak mendapat hukuman perilaku tsb akan mghasilkan harapan2 pada kongnisi nya bahwa untuk lulus mata kuliah ini terlambat tidak apa-apa karena tidak ada hukuman yang berarti apabila terlambat bisa menutupi nilai di UAS.

2.      Lingkungan mempegaruhi perilaku à Universitas tidak memberlakukan kebijakan guru piket jaga seperti pada saat SMA à perilaku disiplin dan keterlambatan masuk kelas menjadi lumrah à perilaku pencapaian prestasi pada mahasiswa berkurang.
Perilaku mempengaruhi lingkungan à perilaku pencapaian prestasi, disiplin berkurang à Universitas dalam hal akreditasi dan daya saing dengan universitas lain berkurang.


Dalam hal ini dapat disimpulkan baik individu sebagai model atau yang mengamati, dosen, dan Universitas memiliki hubungan timbal balik tidak hanya berpusat pada dosen atau universitas saja tapi individu nya memegang peranan juga.

UNSUR UTAMA PEMBELAJARAN MODELING
1.      Perhatian (’Attention’)
Sebelum sso dpt menirukan tindakan seorg model, mereka harus lebih dulu menirunya
Perhatian thd model dipengaruhi o/ sekumpulan karakteristik à teritama status yg lebih tinggi
Contohnya : model yang terlambat adalah ketua senat atau ketua peer group nya.

2.      Mengingat (’Retention’)
Seseorg yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya sehingga ia dapat melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini à co. mahasiswa A mengingat semua kejadian saat mengamati model yang melakukan prokrastinasi tersebut.


3.      Reproduksi Perilaku (’Reproduction’)

Sso dapatmenunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah lakuà co. mengikuti model mahasiswa yang telambat pula pada matkul yang sama

4.      Motivation
Seringkali sso mengikuti mengikuti yg dilakukan model, menyimpan dalam memori dan memproses u/ melakukan tindakan à tp tdk termotivasi u/ melaksanakan perilaku yg dimodelkan.
Motivasi penting karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu à shg subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan
Peranan Reinforcement dan Punishment à membentuk Motivasi.

Keempat unsur ini harus ada ketika seseorang melakukan pembelajaran modeling terutama pada saat perilaku prokrastinasi berlangsung. Jadi disini seseorang melakukan prokrastinasi dalam hal keterlambatan masuk kelas disebabkan karena meniru model.
Sedikit menyentil dari pernyataan diatas mungkin saja perilaku itu ditiru karena adanya social influence berupa perilaku konformitas atau kita mengubah keyakinan dan perilaku kita dengan keyakinan dan prilaku orang lain, jadi perilaku prokrastinasi yang marak di mahasiswa ini dapat pula disebabkan oleh pengaruh sosial dalam peer group , contohnya mahasiswa A tadinya adalah seseorang yang disiplin tapi ketika dia masuk dalam peer group nya yang terbiasa dengan perilaku prokrastinasi maka kemungkinan mahasiswa tersebut bisa mengikuti grup nya (Baron Bryne, 2003).

3.      Teori Psikologi Sosial
a.       Kognisi Sosial :

Fenomena prokrastinasi dalam keterlambatan masuk kelas sering dilakukan oleh mahasiswa dengan dosen dan universita yang tidak memberikan feedback dan sikap tepat, prestasi belajar yang menurun, membentuk suatu fenomena yang bisa dikaji dengan pandangan kognisi sosial.

Sosial kognisi dalam Baron Bryne 2003 diartikan sebagai tata cara kita menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.



1.      Skema : kerangka mental untuk mengorganisasi dan menggunakan informasi sosial.  Dalam Baron Bryne 2003 dikatakan bahwa skema juga dapat berupa orgnaisasi dari pengalaman kita di lingkungan sosial. Skema ini yang menentukan kita dalam menggunakan informasi dan memunculkannya dalam tingkah laku di lingkungan sosial

Contoh :
“Mahasiswa A telat pada pelajaran filsafat minggu pertama , kemudian telat juga di minggu-minggu seterusnya dan pengajar tidak memberikan respon tepat untuk mengurangi prokrastinasi tersebut à Skema yang tertanam “dosen dan kampus tidak memberikan konsekuensi merugikan saat saya telat à Mahasiswa akan sering terlambat  karena bias mengatribusikan perilaku dosen dan universitas dan memiliki skema yang bias”.
A.    Kaitan antara Prokrastinasi dengan Prestasi Belajar à berkorelasi atau tidak.
Belum terbukti secara signfikan perilaku prokrastinasi dalam keterlambatan masuk kelas berkorelasi dengan prestasi belajar , namun terdapat korelasi pada perilaku prokrastinasi pada tugas akademik dengan prestasi berlajar, berikut link skripsi yang bisa menjadikan acuannya :

1.      http://eprints.uny.ac.id/9883/2/BAB%202%20-%2008104244022.pdf di unduh pada tanggal 19 Maret 2014 pukul 22;00.
2.      http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/197211241999031-ILFIANDRA/Prokrastinasiakademik-siswaSMAx.pdf mengenai wacana prilaku prokrastinasi dan prestasi akademik di unduh pada tanggal 19 Maret 20014 pukul 22;00.

Namun ada kebijakan yang ditetapkan oleh akademik Univ Pancasila prosentase kehadiran adalah 75 % jika kurang dari itu maka tidak boleh ikut ujian, dan ada kontrak belajar yang sempat di sepakati oleh beberapa dosen yaitu mba  Elok Dinaike Malay (Metpen Eksperimen), Mas Setta Wicaksana (Psi. Diagnostik), dan dosen lainnya bahwa toleransi terlambat adalah 30 menit, lebih dari itu tidak boleh absen tapi boleh mengikuti kelas. Maka jika diperhitungkan 3 kali mahasiswa telat dalam 1 mata kuliah kebijakan kampus adalah tidak boleh mengikuti ujian maka nilai ujian akan kosong dan berpengaruh terhadap IPK, secara kasar dapat disimpulkan apa bila kejadiannya seperti ini maka jelas prokrastinasi dalam hal keterlambatan berkorelasi dengan Prestasi akademik dalam hal pencapaian nilai.




B.     Desain Penelitian Yang cocok dan Metode Pengambilan Data

Desain penelitian terbagi berdasarkan beberapa perspektif , dalam Juliansyah Noor (2011) desain penelitian dibagi menjadi 3 perspektif yaitu: berdasarkan jumlah kontak dengan populasi, berdasarkan waktu yang dirujuk, dan sifat penelitian.

1.      Berdasarkan Jumlah Kontak dengan Populasi Juliansyah Noor(2011) membagi menjadi tiga:
-          Cross sectional Study       : 1 Kali kontak dengan populasi
Metode ini tepat untuk meneliti suatu situasi, fenomena, masalah dan sikap populasi ex: sikap masyarakat terhadap kenaikan BBM , penelitian ini tidak dapat mengukur perubahan.
-          Before After Study           : dilakukan 2 kali , cocok mengukur efektifitas dari suatu program dapat melihat hubungan tapi tidak bisa melihat pola hubungan karena hanya dilakukan 2 kali.
-          Longitudinal                     : dilakukan 3 kali atau lebih , dapat mengukur pola perubahannya sangat terperinci mengenai situasi, fenomena, karena waktunya panjang.

Berdasarkan desain ini menurut saya yang cocok untuk meneliti korelasi perilak prokrastinasi dengan prestasi akademik adalah desain longitudinal, berdasarkan pemaparannya desain ini sangat cocok meneliti fenomena dan mengtahui pola hubungannya bukan hanya ada atau tidaknya hubungan.    
2.      Jenis Berdasarkan Sifat Penelitian
-          Eksperimen           : penelitian yang dilakukan terdapat intervensi yang diberikan peneliti, peneliti dengan sengaja memunculkan fenomena dan memunculkan IV.
-          Non Eksperimen   : Tanpa Manipulasi, meniliti fenomena yang sudah ada di lingkungan.
-          Quasi Eksperimen : dalam penelitian ini terdapat dua kelompok seperti eksperimen tapi kedua kelompok ini karakteristiknya adalah bawaan.
Berdasarkan jenis ini menurut saya yang paling tepat digunakan adalah desain penelitian non eksperimental.





Metode Pengambilan data :
Sumber Data:
-          Langsung              : peneliti berubungan langsung dengan subjek saat pengambilan data c/ dengan kuisionare, wawancara, observasi
-          Tidak langsung      : peneliti tidak berkontak langsung dengan populasi
c/ menggunakan data survei, dokumen.


            Menurut saya apabila dibuat penelitian tentang Prokrastinasi dalam hal keterlambatan untuk konstruk ini dapat dioprasionalisasikan dengan “jumlah kehadiran dalam absensi di akademik” , kedua tentang prestasi belajar dapat dioprasionalisasikan dengan “Perolehan IPK semester”. Karena metode wawancara dan kuisionare dihawatirkan akan bias data yang dihasilkan , bisa karena faking good dari responden dan lain-lainnya , maka penelitian ini bisa dengan menggunakan skor IPK dan kehadiran, dan apabila akan dibuat desain longitudinal dapat menggunakan metode observasi partisipan dimana peneliti terlibat langsung di lapangan saat penelitian. Dengan menggunakan ceklist behaviour dan guide saat observasi.

Sumber :
-          Robert L Solso & otto H Mclin & M. Kimberly Maclyn. 2005. Cognitive Psychology. Pearson Education, Inc.
-          Sarwono, W. S.  2012. Pengantar Psikologi Umum. (cetakan ke-4): PT. Raja Grafindo Pustaka. Jakarta
-          Rita L. Atkinson & Richard C. Atkinson & Ernest R Hilgard. 2001. Pengantar Psikologi 1. (edisi ke-8 Jilid 2). Penerbit Erlangga; Jakarta.
-          Feist & Feist. (2010). Theories of Personality. (7th ed). Avenue Americas; New York
-          Baron A. Robert & Bryne Donn. 2003. Social Psychology.(10th Edition). Pearson Education, Inc.
-          Feldman, R.S. (2008). Understanding Psychology (8th ed.). New York: McGraw-Hill