Minggu, 23 Maret 2014

Tes Individu dan Populasi Khusus



Perbedaannya :
-          Tes Individual à tes yang diberikan dengan cara tertentu kepada satu orang testee, penggunaan tes ini pada umumnya digunakan untuk keperluan klinis dan diagnostik contohnya : tes intelegensi Stamford Binet dan Wechsler
-          Tes Kelompok à tes yang diberikan kepada kelompok orang, 5 hingga ratusan orang dalam waktu bersamaan, contohnya: Army Alpha, Army beta, Otis Lennon School ability test (Anastasi Urbina, 1997)
-          Tes pada populasi Khusus à tes yang memang diberikan pada populasi tertentu, tes ini ditujukan untuk orang-orang yang tidak bisa diuji secara biasa. Seperti tes intelegensi untuk tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah (Bayley Scale Infant Development, Mc Carthy Scales of chlidren’s ability, piagetian scale, untuk penderita retardasi mental (Vinneland Adaptive Behavior Scale. Tes untuk penderita cacat tubuh dan tes  lintas budaya.

A.      Tes Intelegensi
1.       Pengertian Intelegensi
Merupakan suatu konsep abstrak yang ddapat didefinisikan dengan berbagai cara. Tiga cara aspek Intelegensi yang disepakati (dalam  Adolsense,2003 ) adalah: keampuan verbal seperti tercermin dalam  keterampilan pelajar-pelajar yang sedang meneliti buku-buku perusahaan; keterampilan memecahkan masalah yante tercermin dalam kemampun seseorang dalam melaksanakan tugas dan soal latihan yang dihadapinya; terahir adalah kemampuan belajar dari dan menyesuaikan diri terhadap pengalaman sehari-hari seperti yang tercermin dalam penyesuaian diri remaja cacat fisik terhadap kemampuan nya berjalan.
2.       Jenis Tes Intelegensi Individual
2.1. Tes Binet
Dimulai dari tahun 1904 saat binet diminta oleh kementrian prancis untuk menentukan metode apa yang bisa digunakan untuk menentukan pelajar mana yang bisa masuk sekolah umum dan pelajar mana yang harus masuk sekolah khusus. Theopile simon, mengembangkan tes intelegensi untuk kepeluan tersebut. Tes ini dinamakan skala 1905 terdiri dari 30 soal mulai dari kemampuan menggambar suatu bentuk berdasarkan ingata dan mendefinisikan konsep abstrak.
Binet mengemukakan mantal ageà tingkat perkembangan mental seseorang dibanding yang lain. Binet mengatakan anak yang terkena keterbelakangan mental akan menunjukan perilaku yang sama dengan anak normal yang usianya lebih muda dari dia.

Sejarah singkat tentang norma
Ia membuat norma intelegensi dengan melakukan tes pada 50 anak tidak terbelakang mental dengan usia 3 – 11 tahun. Anak-anak yang diperkirakan terkena keterbelakangan mental diberi tes dan hasilnya dibandingkan dengan hasil anak-anak seusia mereka dari kelompok sample normal. Skor rata-rata usia mental (MA) berkaitan dengan cronological age (CA) atau usia kronologis seseorang saat lahir. Anak cerdas mempunyai MA lebih tinggi dari pada CA dan anak yang lambat MA lebih rendah dari pada CA. Menurut buku Adolscene istilah “Inteligence Quotient” diciptakan oleh Wiliam Stern (1912) adalah usia mental anak dibagi dengan usia kronologi dikalikan 100.

IQ = MA/CA*100
Keterangan:
-          Usia mental = Usia kronologis IQ  100
-          Usia Mental ≥ Usia kronologis IQ > 100
-          Usia Mental ≤ Usia Kronologis IQ< 100

Tes Binet memiliki beberapa Revisi sampai berubah menjadi tes Stamford-Binet karena dilaksanakannya di Stamford University.
Tes Stamford-Binet diberikan dari anak usia 2 tahun – dewasa, tes ini meliputi macam-macam soal dan membutuhkan jawaban verbal yang lain non verbal. Dalam buku dolscene dikatakan contoh nya adalah soal-soal yang menggambarkan performa anak usia 6 tahun kemampuan verbal nya mendefinisikan paling sedikit enam kata, seperti jeruk dan amplop. Kemampuan non-verbal nya menelusuri alur melalui “maze”. Tes stamford Binet edisi ke 4 dipublikasi tahun 1985 (Thorndike, Hagan, Settler, 1985 dalam Adolscene,  ). Tambahan penting dalam versi ini adalah adanya analisis respon seseorang dalam kaitan dengan empat bidang yang diukur; penalaran verbal penalaran kuantitatif, penalaran abstrak/visual, dan ingatan jangka pendek. Skor gabungan yang dihitung menggambarkan intelegensi secara keseluruhan. Tes ini adalah tes intelegensi individual yang paling luas penggunaannya.

2.2. Tes Weschler
Selain tes binet tes individual lainnya adalah tes weschler, dikembangkan oleh David Weschler. Terdiri atas tes WAIS-T (Weschler Adult Intelligence scale-Revised) atau tes intelegensi untuk remaja dan orang dewas, dan WISC-R (Weschler Intelligence Test for Chlidren- revised) ditujukan untuk anak usia 6 – 16 tahun (Weschler;1981 dalam adolscene,2003 )


Skala ini tidak hanya memunculkan IQ tapi soalnya memunculkan kelompok subtes , 6 diantaranya adalah subtes verbal dan 5 diantaranya subtes non verbal, hal ini memungkinkan kita mendapatkan hasil Tes verbal sendiri dan non-verbal sendiri. Juga dapat mengetahui kerja mental mana yang lebih cepat, dibawah rata-rata atau diatas rata-rata. Terpenting adalah masuknya subtes non verbal membuat kita bisa mengetahui  IQ verbalnya berapa dan IQ non verbal nya berapa.

Berpikir Kritis ! :
Apakah kita pernah berpikir mengenai intelegensi dalam tes intelegensi ? intelegensi itu faktor yang tunggal atau mudahnya apakah intlegensi itu kemampuan umum seseorang? Atau sejumlah kemampuan khusus?
Jawaban :
Teori 2 faktor dari Spearman:
Intelegensi yang seseorang miliki itu mempunya dua faktor yakni faktor general (faktor G/ faktor umum) dan faktor khusus (faktor S / spesifik) , Spearman meyakini kedua faktor ini yang mempengaruhi intelegensi seseorang (Charles Spearman, 1927 dalam Adolscene, ). Tapi tidak begitu kenyataannya sebagian besar pendekatan intelegensi hanya memperhatikan faktor khusus , faktor umumnya terlewatkan.
Teori faktor ganda (Multiple Intelligence) Thurstone (1938) dalam Adolscene ()mengatakan bahwa intelegensi merupakan tujuh kemampuan mental dasa yaitu pemahaman verbal, kemampuan berhitung, kelancaran kata-kata, visualisasi ruang, ingatan asosiatif, penalaran, dan kecepatan perseptual.

Teori thriarcic Stenberg , mengajukan teori thriarcic , teori intelegensi dengan tiga komponen utama diantaranya; intlegensi komponensial, intelegensi eksperimental, intlegensi kotekstual. Semua ini dikatakan untuk mengkritik tes intelegensi tradisional milik binet bayangkan apabila seseorang memiliki skor tinggi pada tes intelegensi tradisional stamford-binet padahal dia adalah pemikir analitis handal, atau  tod yang tidak pernah mencapai skor bagus tapi punya cara pikir kreatif.
Dalam pandangan stenberg mengenai intelegensi komponensial à unit dasar intelegensi adalah suatu komponen ang didefinisikan sebagai unit dasar pemrosesan informasi, dari menerima, menyusun sampai  membuat keputusan. Melakukan penalaran , memecahkan masalah, membuat strategi sampai menerjemahkannya melalui tindakan.
Bagian kedua merupakan aspek pengalaman, stanberg berkata orang yang cerdas mampu menyelesaikan masalah baru dengan cepat tapi dia juga bisa memecahkan masalah yang sudah dikenalnya secara otomatis tidak perlu berpikir lagi.


Bagian tiga, meliputi pengetahuan meliputi bagaimana cara kita menghadapi masalah sehari-hari contohnya cara menggati batu batre dan cara kita berhubungan dengan orang lain.

SUB TES WESCHLER INTELLIGENCE SCALE FOR CHILDREN
1.       Sub tes Verbal
-          Similirarities      : individu dituntut untuk berfikir logis dan abstrak mengenai persamaan berbagai benda.
Ex: apa persamaan perahu dengan kereta api?
-          Comprehension/ pemahaman: dirancang untuk penilaian kemampuan dan kemampuan berpikir menghadapi masalah sehari-hari.
Ex: mengapa penjahat dimasukkan dalam penjara?
2.       Subtes Performasi
-          Picture Arrangement (menyusun gambar): serangkaian gambar yang ditunjukkan pada peserta tes, yang diminta untuk memperbaiki ukuran gambar dengan tepat agar bisa dibuat cerita yang tepat, subjek ini menilai cara seseorang mengintegrasikan informasi sehingga menjadi bermakna logis.

Misalkan : “Gambar-gambar ini perlu dirubah urutannya dengan benar, buatlah cerita yang baik”

   


-          Block design (mendesain kubus): peserta tes harus menyusun kubus warna-warni sesuai yang ditunjukkan pemeriksa, aspek yang diukur adalah koordinasi pengelihatan gerak motorik, organisasi perseptual, dan kemampuan perseptual ruang.
Contohnya : buatlah kubus ini untuk membuat gambar sesuai dengan gambar disebelahnya.

Dengarkan Jawaban Garner “Tujuh Kerangka Loh. Bukan Satu”
Usaha terakhir untuk menjawab tentang intelegensi adalah pernyataan dari Howard Gardner (1983-1989) dalam Adolscene (). Disebutnya tujuh kerangka pemikiran Gardner, intelegensi yang beragam ceritanya tentang seorang anak yang jago bermain basket dimana setla me rebound bola dia melempar bola, menghalangi musuhnya, memberi umpan kepada temannya untuk melakukan tembakan ke ring basket, menurutnya itu adalah kecakapan spasial kemampuan memahami ruang, dan bethoven seorang musisi klasik disebutnya memiliki intelegensi musikal (dalam Adolscene,2003). Garner menambahkan intelegensi terdiri dari intelegensi verbal, matematis, berfikir mendalam/ menganalisa dirinya serta keterampilan berpikir untuk menganalisa orang lain.
Gardner pun menambahkan bahwa ke-7 intelegensi nya ini dapat dirusak oleh otak dan bisa jadi pada salah satu intelegensi seseorang bisa sangat ekstrim contohnya pada anak gifted.

Kesimpulan kritik :
Menurut saya perkembangan tentang intelegensi menyimpulkan bahwa acap kali tiap pakar saling berdialektika dengan pakar yang lain, terlebih setiap kritik yang disampaikannya selalu berbeda. Pertama terkait intelegensi adalah faktor umum dan faktor khusus tergantung dengan korelasinya (bahasan sebelumnya), terkait pola korelasi tergantung pada siapa yang di tes ( anak-anak sekolah, calon tentara dll), terlepas dari ketidak konsistenan itu tergantung, tentang hal intelegensi meghasilkan skor kemampuan umum dan khusus demikian, SAT tidak mengahasilkan skor keseluruhan, SAT menghasilkan kemampuan tersendiri untuk verbal dan Matematis, hampir sama dengan Tes Binet Tes SAT ini digunakan untuk prediktor keberhasilan di perguruan tinggi.
Banyak juga kontroversi tentang Intelegensi dan tesnya, terkait bias budaya, gender, suku bangsa, kontroversi antara bawaan-Lingkungan, dan lain lain.
Kiranya disini saya ingin membuat suatu praduga:
1.       Untuk ketiga kontroversi itu saya akan menggunakan bahasan bandura mengenai Social kognitif teori , dalam Feldman, 2008 menjelaskan teori social –Cognitive itu mengenai model respirokal di posting sebelumnya bahwa individu itu memiliki tiga faktor yang saling berhubungan: SOSIAL – PRIBADI (Kognitif, Afektif, Konatif) – Lingkungan  maka kontroversi mengenai bawaan dan lingkungan sedikitnya mulai terjawab bahwa lingkungan memang mempengaruhi.
2.       Tentang faktor bawaan (genetis ) untuk seorang ekstrimis mendel pasti menyetujuinya, tapi ketika ditanyakan “tes itelegensi itu sering banget dari SD , SMP, SMA juga pasti pernah di tes dan soalnya itu-itu saja ko jd wajar kalau IQ anak sekarang besar-besar” tidak jarang segelintir orang beranggapan demikian dan belum menemukan jawaban pastinya.







Kesimpulan terahir terkait tes individu:

-          Tes individu itu tes yang diberikan tidak bisa diberikan secara bersama-sama , contohnya yang dibahas disini  tes intelegensi Stamford-Binet dan Weschler. Umumnya digunakan untuk ranah klinis dan diagnostik à rasionalisasinya à dulu tes intelegensi digunakan untuk indikasi orang yang terkena gangguan mental, sekarang berkembang semakin spesifik bahkan digunakan untuk Asessement.

sumber:

Feldman, R.S. (2008). Understanding Psychology (8th ed.). New York: McGraw-Hill

Santrock, J. W (2003). Adolescene (6th ed).Jakarta; Penerbit Erlangga. 

Anastasi Anne, Susaba Urbina (2007). Tes Psikologi. Edisi Ke-7. Jakarta:PT Indeks.






2 komentar:

  1. Diskusi
    1. Tes itu terbagi atas tes invidu, tes kelompok, dan tes untuk populasi khusus Kemudian apa bedanya tes individu dengan tes kelompok?
    Untuk membedakannya terlebih dahulu kita harus meninjau sejarah dan di tujuan digunakannya tes individu atau tes kelompok ini. Jika dalam pembicaraan diatas dikatakan bahwa tes individu ini kerap kali digunakan untuk kepentingan klinis dan diagnostik yang mana pada saat itu dipakai untuk mendiagnosa orang yang mengalami keterbelakangan mental, maka dalam anastasi mengatakan bahwa awal penggunaan tes kelompok ketika itu adalah ketika Perang Dunia I digunakan untuk pengetesan pada subjek yang akan mengikuti seleksi tentara yang dikembangkan oleh Army Alpha dan Army Bets untuk angkatan bersenjata AS. Army beta merupakan tes non bahasa yang digunakan untuk orang yang sama sekali tidak bisa di test dengan alpha atau bahasa asing atau buta huruf. Perbedaan kedua terletak pada prosedur pelaksanaan tes itu sendiri, untuk tes individu adalah tes yang diberikan pada seorang testee saja sedangkan tes kelompok tes yang diberikan pada subjek yang banyak dalam waktu cepat dan mengetahui bakat saja. Contohnya mengetahui kemampuan motorik  tes berlari.
    Berkaitan dengan hal tersebut maka tes kelompok ini tidak bisa digunakan untuk diagnosa lebih lanjut dan untuk kepentingan klinis. Seorang psikolog yang ingin mengetahui subjek dengan mendalam biasanya menggunakan tes Individu contohnya dalam Gorth Marnat () dikatakan bahwa salah satu tes Individu yaitu Tes Weschler selain dapat mengetahui tingkat IQ pada subjek juga dapat digunakan untuk mendiagnosa subjek mendalam karena dalam tes ini subjek akan dikelompokkan kedalam 5 kemampuan yang merupakan adaptasi dari teori Spearman mengenai intelegensi. Selain karena cakupannya yang banyak dan mendalam karena tes individu ini hanya dilaksanakan pada satu testee maka tester dapat mengotrol jalannya dengan ketat.
    2. Bagaimana seorang Psikolog dalam memilih Test?
    Saya kira awalnya hanya tinggal hafal saja nama tes nya dan penggunaannya tapi ternyata perkiraan saya meleset jauh, kita tidak hanya menghafal nama tes dan penggunaannya melainkan harus mengetahui juga sejarah, dan alasan lainnya tes itu dibuat. Pertama yang harus kita lakukan adalah mengetahui dasar teori apa yang digunakan dalam pembuatan alat tes bersangkutan misalkan untuk tes intelegensi maka terlebih dahulu kita harus mengetahui teori intelegensi mana yang kita gunakan, setelah tahu teori yang kita harus perhatikan berikutnya adalah tujuan penggunaan alat tes dan subjek alat tes nya, validitas dan reliabilitasnya dan lain-lain.
    3. Bagaimana Psikolog Mengadministrasikan suatu tes hingga sampai pada testee?
    Sebut saja kita itu adalah seorang dokter yang sama-sama memiliki tahapan dalam memberikan diagnosa sampe memberikan obat dan terapi lebih lanjut, maka seperti itu lah seorang psikolog pada saat mengadministrasikan tes. Berikut dibawah ini adalah alur pendistribusian tes pada testee.
    1. Menjalin perilaku yang baik antara testeer (penguji) dan testee (yang diuji) nya karena ketika melakukan tes dapat mempengaruhi Skor tesnya.
    2. Kemampuan bahasa penguji dalam tes individual
    3. Pengalaman sebelumnya dalam mengikuti tes

    4. Motivasi untuk berhasil dalam tes
    5. Menyediakan bantuan dengan komputer
    6. Penekanan berlebihan pada kecepatan
    7. Variabel-variabel apapun lainnya yang mempengaruhi pada tes mempengaruhi kinerja pada tester tentu tidak relevan pada domain perilaku luas yang dipertimbangkan.
    8. Alat ukur yang digunakan
    9. Pengetahuan tester tentang pengetahuan psikologi
    10. Variabel subjek
    11. Efek komputerisasi dalam administrator tes

    Secara garis besar tahapan pemberian alat test itu ada tiga:
    1. Tester harus memahami instruksi tes dan tes nya  memastikan bahwa testee memahami instruksi tes .
    2. Pemeriksa harus sensitif terhadap kesalahan atau kebingungan testee.
    3. Tester harus sensitif.



    BalasHapus
  2. Komentar PART II

    4. Tes Bakat:
    Aptitude (Bakat) adalah kemampuan bawaan yang dimiliki oleh masing-masing orang atau individu.

    Dalam Adolscene (2003) dikatakan bahwa tes bakat adalah tes untuk memperkirakan kemampuan seseorang , untuk mempelajari suatu keterampilan, atau yang dapat dicapai seseorang melalui keterampilan.

    Dalam buku rahasia psikotes (2009) tes bakat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan khusus yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
    Atau tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam kategori tertentu sehingga nantinya dapat diambil penanganan objektif dan searah sehubungan dengan bakat mereka.

    Beberapa sudut pandang tentang keberbakatan.

    Teori dua Faktor dari Spearman mengenai intelegensi :
    Bahwa seseorang memiliki intelegensi umum (g factor) dan intelegensi khusus (i factor dari kata spesifik). Spearman meyakini bahwa kedua faktor ini lah yang mempengaruhi intelegensi seseorang.
    Namun kebanyakan tes intelegensi mengabaikan faktor umum dan hanya berfokus pada faktor khusus nya saja. Oleh karena itu thurstone (1938) dalam adolscene (2003) mengemukakan mengenai teori faktor ganda yang mengemukakan bahwa intelegensi adalah 7 kemampuan mental dasar yang terdiri atas pemahaman verbal, kemampuan berhitung, kelancaran kata-kata , visualisasi ruang, ingatan asosiatif, penalaran dan kecepatan perseptual. RJ Stenberg (1986, 1990) dalam adolscene (2003) mengatakan teori yang berbeda mengenai intelegensi teorinya adalah Thriarchic theory yang mengatakan tentang tiga komponen utama penyusun intelegensi yaitu intelegensi komponensial, intelegensi eksperiensial, dan intelegensi kontekstual.

    Tujuh kerangka pemikiran Gardner 1983;1980 dalam Adolscene (2003) pada pembahasan diatas bisa dilihat bagaimana Gardner menjelaskan mengenai intlegensi.

    Beberapa tes bakat yang dikembangkan
    1. DAT (Diferensiation Aptitude Test) tes bakat yang dikembangkan oleh AS.
    2. IST  Tes bakat yang dikembangkan oleh german
    3. TKD  tes ini merupakan tes yang dikembangkan di Indonesia tapi sampai sekarang belum mendapatkan perbaharuan.

    Jika dibandingkan tes-tes yang berkembang di luar indonesia, di Indonesia ini lah tes-tes lebih banyak tertinggal perkembangannya, disebkan salah satunya oleh kebiasaan orang indonesia yang konsumerisme sekali dimana terbiasa dengan tinggal menggunakan tidak ada pengkajian dan pengembangan yang signifikan pada tes psikologi. Dalam perusahaan pun jasa seorang psikologi S1 dalah HRD hanya sebatas memberikan alat tes dan instruksi tidak ada pengembangan yang signifikan yang bisa diberikan, oleh karena itu dalam hal pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dalam alat tes Indonesia masih dibilang minim.
    Saya mengajak teman-teman semuanya untuk bangkit dan melihat fenomena yang luar biasa sebagai sesama rekan sejawat psikolog yang nantinya akan menghadapi pasar perdagangan bebas. Jika alasannya karena tidak ada nya UU yang mengatur ketenagakerjaan psikolog hingga setiap ranah psikolog banyak dicaploki orang tidak bisa sepenuhnya dibenarkan, karena ternyata dari psikolog nya pun sedikit sekali yang melakukan pengembangan dan pengkajian dalam bidang alat tes, saya hanya berspekulasi jika tes kita yang seharusnya kita yang mendiagnosa dan membuat sebagaimana halnya saat dokter praktek dicaploki oleh tenaga non psikolog lainnya, nanti di tahun yang akan datang tidak usah menyesal karena ketidak inginan dan ketidak pahaman dari kita yang mengemban tugas sebagai psikolog lah yang membuat orang-orang lain ikut-ikutan keblinger dan mengambil ranah psikolog, jangan marah-marah kalau pekerjaannya diambil karena itu yang kita tidak hargai selama ini.
    Santrock, J. W (2003). Adolescene (6th ed).Jakarta; Penerbit Erlangga.

    Anastasi Anne, Susaba Urbina (2007). Tes Psikologi. Edisi Ke-7. Jakarta:PT Indeks.

    BalasHapus