Senin, 31 Maret 2014

"we save. or we dead"


We save or We Dead?
Siang itu tidak terlalu terik, ditengah kerimbunan pohon hijau yang akarnya sudah tertanam dalam tanah berabad-abad tahun yang lalu, seorang kakek terdiam nampak pulas dan tidak perdulikan lagi dimana dia memasrahkan tubuhnya. Aku tidak tahu apa perasaannya saat dia mengulaikan dirinya diatas tanah yang dianggapnya permadani dan memasrahkan matanya langsung untuk melihat terik matahari yang hanya di halangi oleh lebatnya dedaunan dan pepohonan. Aku tidak tahu seberapa lelah kakek itu hari ini dan seberapa lelah pohon itu menerima kelelahan kakek tua itu.
Kuhampiri kakek itu dan berkata “kek , kenapa tinggal dibawah pohon?”
Dia menjawab karena rumah ku memang diatas tanah dan tempat meneduhku dari terik matahari hanya dedaunan hijau yang rimbun dan berharga ini. Mereka yang mempunyai rumah dari tembok dan genting juga besi lah yang selalu menganggap pohon hijau yang aku tinggali ini tidak berharga, mereka yang setiap harinya menyalakan pendingin ruangan selama 24 jam itu lah yang menganggap bahwa tidak ada kerindangan pun tak masalah. Untuk orang-orang dan kami-kami ini yang tidak memiliki rupiah bergambar RI 1 Bung Karno itu dan kertas hijau yang bernotasi jutaan dolar keridangan dedaunan pohon ini sudah cukup (seraya menunjukkan pohonnya yang memang dari berabad-abad lamanya sudah berdiri dengan kokoh disitu).

Kami tinggali pohon ini dan kami memanfaatkan daun-daunnya untuk merindangkan dan menyejukkan kami dari terik matahari, apajadinya kalau kami merusaknya?
Hendak tinggal dimana kami jika tidak berteduh disini? Jika diemperan bangunan kokoh beralaskan tembok yang dingin itu kami harus tinggal dan terus diusir.
Dibawah kerindangannya bukan hanya kami saja yang tinggal untuk berteduh, ada akar yang bisa menyerap air-air yang menggenang ketika hujan sehingga banjir tidak terjadi, ada jutaan keluarga semut-semut kecil yang tinggal dan ingin tetap hidup, ada daun-daun yang membantu keluarkan oksigen yang selama ini kita hirup. Betapa sedihnya mereka ketika semua manfaat yang begitu maha dasyatnya disiasiakan dengan banyaknya dolar-dolar, rupiah-rupiah yang membeli pendingin ruangan yang hanya menghasilkan freon yang jika kelebihan saja molekulnya di udara dapat merusak lapisan ozone, jika mereka rupiah-rupiah dan dolar-dolar yang mampu membeli makanan-makanan enak tapi kemasan itu dibuangnya saja dibawah tempat kami berteduh ini, lama kelamaan tanah disekitarnya akan rusak dan tidak bisa memperkuat akar lagi sehingga saat hujan lebat kami harus merelakan tempat kami tinggal itu tumbang.




Tidak ada lagi untaian zamrud di khatulistiwa dan warna hijau yang terlihat di google earth , mungkin jika sedikit zoom saja warna berubah menjadi berjuta sampah yang dirangkai bisa menjadi lukisan abstrak dari manusia-manusia di dunia ini. Pertiwiku tak pernah inginkan hijaunya hilang atau rindangnya berubah menjadi panas, pertiwiku sudah wariskan  keindahan warna hijau dari dedaunan, wariskan udara sehat dari oksigen pepohonan, wariskan akar yang kuat untuk menyerap air-air yang bisa menghanyutkan manusia-manusia lain dan harta benda nya yang bahayakan manusia, hanya kita yang sudah keblinger dan menghancurkannya. Tak ada simpanan kekayaan yang banyak selain di bumi pertiiwi kita ini, tapi bukan berarti itu takkan habis radam dan rusak beriak, aku hendak wariskan ini pada generasi setelah diriku. Kalau Bukan Kita Siapa Lagi, Kalau Tidak Hari Ini Apa kau Yakin Akan Ada Hari  Esok, jika tidak 1 Pohon 1 Hari apa Cukum 1000 pohon dalam satu hari dan langsung mati, mari lestarikan bumi nusantara ini, mari berbakti pada ibu yang mengandung manusia dalam setiap rotasinya, mari sekarang , mari Lakukan! (SAVE EARTH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar