We save or We Dead?
Siang itu tidak
terlalu terik, ditengah kerimbunan pohon hijau yang akarnya sudah tertanam
dalam tanah berabad-abad tahun yang lalu, seorang kakek terdiam nampak pulas
dan tidak perdulikan lagi dimana dia memasrahkan tubuhnya. Aku tidak tahu apa
perasaannya saat dia mengulaikan dirinya diatas tanah yang dianggapnya
permadani dan memasrahkan matanya langsung untuk melihat terik matahari yang
hanya di halangi oleh lebatnya dedaunan dan pepohonan. Aku tidak tahu seberapa
lelah kakek itu hari ini dan seberapa lelah pohon itu menerima kelelahan kakek
tua itu.
Kuhampiri
kakek itu dan berkata “kek , kenapa tinggal dibawah pohon?”
Dia menjawab karena
rumah ku memang diatas tanah dan tempat meneduhku dari terik matahari hanya
dedaunan hijau yang rimbun dan berharga ini. Mereka yang mempunyai rumah dari
tembok dan genting juga besi lah yang selalu menganggap pohon hijau yang aku
tinggali ini tidak berharga, mereka yang setiap harinya menyalakan pendingin
ruangan selama 24 jam itu lah yang menganggap bahwa tidak ada kerindangan pun
tak masalah. Untuk orang-orang dan kami-kami ini yang tidak memiliki rupiah
bergambar RI 1 Bung Karno itu dan kertas hijau yang bernotasi jutaan dolar
keridangan dedaunan pohon ini sudah cukup (seraya menunjukkan pohonnya yang
memang dari berabad-abad lamanya sudah berdiri dengan kokoh disitu).
Kami tinggali pohon
ini dan kami memanfaatkan daun-daunnya untuk merindangkan dan menyejukkan kami
dari terik matahari, apajadinya kalau kami merusaknya?
Hendak tinggal
dimana kami jika tidak berteduh disini? Jika diemperan bangunan kokoh
beralaskan tembok yang dingin itu kami harus tinggal dan terus diusir.
Dibawah
kerindangannya bukan hanya kami saja yang tinggal untuk berteduh, ada akar yang
bisa menyerap air-air yang menggenang ketika hujan sehingga banjir tidak
terjadi, ada jutaan keluarga semut-semut kecil yang tinggal dan ingin tetap
hidup, ada daun-daun yang membantu keluarkan oksigen yang selama ini kita
hirup. Betapa sedihnya mereka ketika semua manfaat yang begitu maha dasyatnya
disiasiakan dengan banyaknya dolar-dolar, rupiah-rupiah yang membeli pendingin
ruangan yang hanya menghasilkan freon yang jika kelebihan saja molekulnya di
udara dapat merusak lapisan ozone, jika mereka rupiah-rupiah dan dolar-dolar
yang mampu membeli makanan-makanan enak tapi kemasan itu dibuangnya saja
dibawah tempat kami berteduh ini, lama kelamaan tanah disekitarnya akan rusak
dan tidak bisa memperkuat akar lagi sehingga saat hujan lebat kami harus
merelakan tempat kami tinggal itu tumbang.
Tidak ada lagi untaian
zamrud di khatulistiwa dan warna hijau yang terlihat di google earth , mungkin
jika sedikit zoom saja warna berubah menjadi berjuta sampah yang dirangkai bisa
menjadi lukisan abstrak dari manusia-manusia di dunia ini. Pertiwiku tak pernah
inginkan hijaunya hilang atau rindangnya berubah menjadi panas, pertiwiku sudah
wariskan keindahan warna hijau dari
dedaunan, wariskan udara sehat dari oksigen pepohonan, wariskan akar yang kuat
untuk menyerap air-air yang bisa menghanyutkan manusia-manusia lain dan harta
benda nya yang bahayakan manusia, hanya kita yang sudah keblinger dan
menghancurkannya. Tak ada simpanan kekayaan yang banyak selain di bumi pertiiwi
kita ini, tapi bukan berarti itu takkan habis radam dan rusak beriak, aku
hendak wariskan ini pada generasi setelah diriku. Kalau Bukan Kita Siapa Lagi,
Kalau Tidak Hari Ini Apa kau Yakin Akan Ada Hari Esok, jika tidak 1 Pohon 1 Hari apa Cukum
1000 pohon dalam satu hari dan langsung mati, mari lestarikan bumi nusantara
ini, mari berbakti pada ibu yang mengandung manusia dalam setiap rotasinya,
mari sekarang , mari Lakukan! (SAVE EARTH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar