Kamis, 20 Maret 2014

“Mata Kanan, ‘Klik’”




Hari itu hari kamis, cuaca tak begitu terik dan kelihatannya memang tidak akan segera turun hujan. Kamis itu kali saya dan kawan-kawan psikologi 2012 yang lain berencana untuk mengunjungi suatu tempat yang jarang sekali kami kunjungi, kami berencana akan mengunjungi  Pusat Kegiatan Mahasiswa (Tempat Berkumpulnya seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa). Hari itu , ditempat itu memang di agendakan suatu acara bertajuk Photography yang dilaksanakan oleh Photo-UP(salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di Universitas Pancasila yang bergerak dalam bidang photography) , ya kali itu kami akan menghadiri Pameran yang diadakan photo UP ini, acara pameran photo ini merupakan acara tahunan UKM Photo UP yang diadakan bertujuan untuk memamerkan hasil karya mereka selama periode kegiatan. Tema acara pameran kali ini adalah “Mata Kanan”. Saya bertanya kepada teman saya yang kebetulan memang anggota dari Photo UP dan panitia kegiatan pameran ini , namanya Puspa (Mahasiswi Psikologi UP 2012), “Pus, kenapa tema-nya ‘Mata Kanan’? apa gara-gara kalau kita lagi moto mata kanan kita yang dipakai untuk melihat dan menyesuaikan lensa dan mata kiri nya ditutup?” , dan benar saja filosofi dari judul pameran kali ini mengambil dari photograph nya sendiri , yaitu ketika seorang photographer sedang mengambil moment dalam sebuah foto maka  mata kanan nya yang dia gunakan untuk melihat lensa kamera dan mata kirinya memang ditutup, entah apalalah maksudnya. Saya menjadi memikirkan bahwa si photograph ini lah sebenarnya yang dipanggil  ‘Mata Kanan’.

            Begitu banyaknya moment, kejadian, stimulus visual yang ada di dunia ini, keindahan alam dan keindahan-keindahan lainnya yang tidak semua pasang mata bisa menangkap keindahannya dan mengabadikannya seperti “Mata kanan berkepala hitam” ini. Dalam sekejap dia bisa menangkap berbagai moment , memori, dan stimulus visual lainnya yang dalam sekejap juga dirubahnya menjadi maha karya yang semua orang bisa nikmati, namun tak semua orang bisa buat.  Saya membayangkan ketika didunia ini teknologi tidak bisa menemukan lensa dan kamera , maka sayang sekali semua keindahan di dunia ini tidak bisa semuanya bisa dinikmati, bayangkan zaman sekarang dengan teknologi yang serba canggih bahkan semut rawa pun , karena si mata kanan berkepala hitam dan blitz cahaya juga ketajaman lensa nya, bisa kita nikmati indahnya biarpun hanya melalui gambar.



Oke sekarang kita berbicara tentang pameran yang saya dan kawan-kawan kunjungi tadi ya, saat kami tiba didepan pintu PKM kami disambut oleh keramahan kawan-kawan photo UP lainnya tentunya dari berbagai Fakultas. Perhatian saya tiba-tiba tertuju pada kain putih penuh coret-coretan yang digantung di sudut kanan pintu masuk pameran, bukan masalah kainnya, tapi saya melihat semua coretan itu dan melihat semua coretan itu berisi apresiasi dari pengunjung terhadap acara ini. Seperti kebanyakan dari acara pameran lainnya ruangan aula PKM yang tadinya hanya terlihat sebuah ruangan kosong tanpa kehidupan, disulap seperti saat ibu peri menyulap cinderella. Desain dari ruangan pameran itu memang ala Photo-UP banget deh, kain hitam yang tertempel untuk menutupi dinding-dinding usang yang tidak terawat merubah penampilan ruangan itu menjadi ruangan pameran yang cukup beraroma klasik. Ditambah dengan lampu bohlam yang sedikit dibuat redup dan hanya menyoroti photo yang dipajang menambah keyakinan bahwa diruangan ini memang sedang ada acara pameran photo.  

Satu- persatu foto yang terpajang dan tersusun rapi di mulai menarik perhatian para pengunjung lain yang mungkin sama-sama berprofesi sebagai seorang  ‘Mata Kanan’ juga. Ada yang berdecak kagum, ada yang diam sambil memandangi foto, ada yang tertawa saat melihat foto, ada yang menunjuk foto dengan telapak tangan dan mengerutkan kening saat melihat salah satu foto yang ada di sudut kanan, seperti mengingat-ingat tempatnya. Ada yang hanya lalu-lalang saja didalam ruang pameran yang kita tentu bisa tebak itu adalah panitia, suara musik yang tidak terlalu keras terdengar dan sumber suara itu dapat diperkirakan dari sudut-sudut ruangan yang memang setelah kulihat, disitulah tempat disimpannya speaker atau pengeras suara yang memutarkan lagu syahdu. Kawan-kawan sekelas ku mulai sibuk memilih foto untuk mereka ceritakan di blog seperti ceritaku kali ini, tebak saja ini pasti tugas mas seta. Saya berasumsi bahwa tujuan beliau menginstruksikan kami untuk menghadiri pameran photo up ini selain karena ikut meng-apresiasi tapi juga untuk menangkap fenomena apa yang ada di pameran ini, seraya menajamkan indra kami sebagai seorang peneliti.




Baiklah sebelumnya saya juga sama seperti mas-mas dan mba-mba yang tadinya hanya hilir mudik memperhatikan foto, karena saya juga tidak begitu mengerti tentang foto maka saya mulai melihat-lihat foto dari depan pintu masuk. Tiba-tiba perhatian saya teralihkan kepada satu foto yang ada di ruangan itu, foto itu sederhana saya tidak memperhatikan judulnya apa hanya begitu saya melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang menaiki satu perahu diatas sungai dan membentangkan jala nya. Saya memikirkan fokus foto ini adalah jala dan si empunya jala nya yang sedang membentangkan jala nya. Lensa dan mata kanan berkepala hitam ini seperti hendak menceritakan laki-laki setengah baya yang ada dalam potret itu , nanar matanya yang melihat kedepan menantang matahari dan tubuhnya dengan sekuat tenaga membentangkan jala agar terbuka lebar dan sekaligus menyeimbangkan dirinya dengan air berjaga-jaga agar perahu yang dinaiki nya tidak terbalik. Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan jala yang membentang dan laki-laki setengah baya yang ada didalam potret ini, melepas rasa penasaranku yang memperkirakan judulnya dalam benakku bahwa si mata kanan berkepala hitam ini hendak menceritakan kisah si laki-laki setengah baya yang setiap waktu nya membentangkan jala. Benar saja judul dari potret ini adalah “Jala Kehidupan”.

Ketika saya wawancarai mata kanan berkepala hitam yang mengabadikan potret ini, dia menjawab bahwa saya ingin menceritakan kehidupan seseorang lain yang tidak diketahui orang-orang kebanyakan. Selama ini yang banyak ter-ekspose di media teknologi tinggi adalah kehidupan orang-orang dengan kelas-kelas berbeda, sekarang saya ingin ceritakan dalam potret ini bagaimana seorang laki-laki setengah baya menggantungkan kehidupannya dan keluarganya hanya pada bentangan jala. Di dalam jala ini bagaimana semua nyawa bisa terus hidup, tumbuh dan berkembang setiap harinya, bagai mana jala ini bisa menampung mimpi-mimpi dari setiap orang yang ditanggung oleh laki-laki setengah baya ini. Bukan hanya menampung impiannya tapi mungkin juga membukakan pintu untuk mencapai impiannya. Kita tidak tahu seberapa besar kelelahan yang ditanggung oleh jala ini dan kita tidak pernah tau seberapa besar luka yang tergores pada laki-laki setengah baya ini saat membentangkan jala nya. Kita tidak juga tahu bagaimana laki-laki ini berusaha sekuat tenaga nya menjaga tubuhnya dalam keseimbangan agar jala ini tidak terbalik atau jatuh. Nanar matanya tidak menunjukkan kelelahan, begitu pun jalanya yang berkali-kali dibentangkan tidak berbicara bahwa dia lelah dan ingin istirahat. Bagaimana jala dan laki-laki paruh baya ini awalnya saling kenal dan bagaimana sampai seakrab ini , bahkan laki-laki setengah baya ini mempercayakan kehidupannya pada jalinan benang berlubang , jala. Seperti itu lah kira-kira yang ada dibenak saya ketika saya melihat potret ini dan melihat bagaimana cara mata kanan berkepala hitam saat menceritakannya.

Begitu sederhana, hanya dalam ukuran 4X4 kertas foto, dan hanya dengan lensa yang mempunyai blits dan sesederhana “klik” pada suara kamera, sekejap menggambarkan segalanya  dan bisa dinikmati oleh semuanya. Hanya dengan melihatnya saja saya bisa merasakan betapa beratnya setiap harinya yang dia lalui. Juga betapa besarnya keinginan si mata kanan berkepala hitam ini menceritrakan kehidupan orang lain dalam potret ini. Sederhana , tapi tidak kecil bahkan bermakna sangat besar apalagi menceritrakan 40 tahun kehidupan setiap harinya yang dilalui oleh laki-laki paruh baya pemegang jala, tapi dengan pengemasan sedemikian rupa hal ini bisa dinikmati dan dipamerkan dalam pameran, jadi bukan hanya dirinya yang bisa menikmati moment ini , semua orang yang mengahadiri pameran bisa menikmatinya.

Setelah itu kami diharuskan mengisi satu kertas yang tujuannya untuk mem-voting foto yang menurut kami bagus dan mungkin akan menjadi foto terpaforit dalam acara tahun ini. Saya rasa apresiasi ini bagus untuk terus memacu semangat dari anggota photo UP untuk memaksimalkan karya mereka dan terus mengemasnya sesederhana mungkin. Terakhir kami diminta untuk berfoto bersama untuk dokumentasi acara. Saya sangat terkesan dengan acara ini , acara pameran ini bukan acara yang mudah dilaksanakan oleh mahasiswa tapi dengan kerja keras dan suatu totalitas, acara ini bisa terlaksana dan dinikmati oleh pengunjung, oh ya dengar-dengar bukan hanya ada pameran foto saja tapi hiburan berupa musik pun ada pada saat opening dan workshop tentang photography pun ada. Saya hanya ingin ini terus diapresiasi oleh teman-teman mahasiswa lainnya dan menjadi tolak ukur bahwa suatu acara itu dipandang berhasil atau tidak bukan karena kemahalan dari acaranya dan gengsi yang didapat karena mengundang bintang tamu ternama, terlebih karena tujuan dan capaian yang menjadi ekspektasi pelaksana terpenuhi, semoga terus lebih baik lagi dan semoga tidak berhenti sampai disini, SALAM SOBAT Kaula Muda!








Berikut Foto-foto dalam pameran , ada yang saya cantumkan nama nya dan tidak , maklum faktor usia:

1.       





           


                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar