Hari
itu hari kamis, cuaca tak begitu terik dan kelihatannya memang tidak akan
segera turun hujan. Kamis itu kali saya dan kawan-kawan psikologi 2012 yang
lain berencana untuk mengunjungi suatu tempat yang jarang sekali kami kunjungi,
kami berencana akan mengunjungi Pusat
Kegiatan Mahasiswa (Tempat Berkumpulnya seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa). Hari itu
, ditempat itu memang di agendakan suatu acara bertajuk Photography yang
dilaksanakan oleh Photo-UP(salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di Universitas
Pancasila yang bergerak dalam bidang photography) , ya kali itu kami akan
menghadiri Pameran yang diadakan photo UP ini, acara pameran photo ini
merupakan acara tahunan UKM Photo UP yang diadakan bertujuan untuk memamerkan
hasil karya mereka selama periode kegiatan. Tema acara pameran kali ini adalah “Mata
Kanan”. Saya bertanya kepada teman saya yang kebetulan memang anggota dari
Photo UP dan panitia kegiatan pameran ini , namanya Puspa (Mahasiswi Psikologi
UP 2012), “Pus, kenapa tema-nya ‘Mata Kanan’? apa gara-gara kalau kita lagi
moto mata kanan kita yang dipakai untuk melihat dan menyesuaikan lensa dan mata
kiri nya ditutup?” , dan benar saja filosofi dari judul pameran kali ini
mengambil dari photograph nya sendiri , yaitu ketika seorang photographer
sedang mengambil moment dalam sebuah foto maka
mata kanan nya yang dia gunakan untuk melihat lensa kamera dan mata
kirinya memang ditutup, entah apalalah maksudnya. Saya menjadi memikirkan bahwa
si photograph ini lah sebenarnya yang dipanggil
‘Mata Kanan’.
Begitu
banyaknya moment, kejadian, stimulus visual yang ada di dunia ini, keindahan
alam dan keindahan-keindahan lainnya yang tidak semua pasang mata bisa
menangkap keindahannya dan mengabadikannya seperti “Mata kanan berkepala hitam”
ini. Dalam sekejap dia bisa menangkap berbagai moment , memori, dan stimulus
visual lainnya yang dalam sekejap juga dirubahnya menjadi maha karya yang semua
orang bisa nikmati, namun tak semua orang bisa buat. Saya membayangkan ketika didunia ini
teknologi tidak bisa menemukan lensa dan kamera , maka sayang sekali semua
keindahan di dunia ini tidak bisa semuanya bisa dinikmati, bayangkan zaman
sekarang dengan teknologi yang serba canggih bahkan semut rawa pun , karena si
mata kanan berkepala hitam dan blitz cahaya juga ketajaman lensa nya, bisa kita
nikmati indahnya biarpun hanya melalui gambar.
Oke sekarang
kita berbicara tentang pameran yang saya dan kawan-kawan kunjungi tadi ya, saat
kami tiba didepan pintu PKM kami disambut oleh keramahan kawan-kawan photo UP
lainnya tentunya dari berbagai Fakultas. Perhatian saya tiba-tiba tertuju pada
kain putih penuh coret-coretan yang digantung di sudut kanan pintu masuk
pameran, bukan masalah kainnya, tapi saya melihat semua coretan itu dan melihat
semua coretan itu berisi apresiasi dari pengunjung terhadap acara ini. Seperti kebanyakan
dari acara pameran lainnya ruangan aula PKM yang tadinya hanya terlihat sebuah
ruangan kosong tanpa kehidupan, disulap seperti saat ibu peri menyulap
cinderella. Desain dari ruangan pameran itu memang ala Photo-UP banget deh,
kain hitam yang tertempel untuk menutupi dinding-dinding usang yang tidak
terawat merubah penampilan ruangan itu menjadi ruangan pameran yang cukup
beraroma klasik. Ditambah dengan lampu bohlam yang sedikit dibuat redup dan
hanya menyoroti photo yang dipajang menambah keyakinan bahwa diruangan ini
memang sedang ada acara pameran photo.
Satu-
persatu foto yang terpajang dan tersusun rapi di mulai menarik perhatian para
pengunjung lain yang mungkin sama-sama berprofesi sebagai seorang ‘Mata Kanan’ juga. Ada yang berdecak kagum,
ada yang diam sambil memandangi foto, ada yang tertawa saat melihat foto, ada
yang menunjuk foto dengan telapak tangan dan mengerutkan kening saat melihat
salah satu foto yang ada di sudut kanan, seperti mengingat-ingat tempatnya. Ada
yang hanya lalu-lalang saja didalam ruang pameran yang kita tentu bisa tebak
itu adalah panitia, suara musik yang tidak terlalu keras terdengar dan sumber
suara itu dapat diperkirakan dari sudut-sudut ruangan yang memang setelah
kulihat, disitulah tempat disimpannya speaker atau pengeras suara yang
memutarkan lagu syahdu. Kawan-kawan sekelas ku mulai sibuk memilih foto untuk
mereka ceritakan di blog seperti ceritaku kali ini, tebak saja ini pasti tugas
mas seta. Saya berasumsi bahwa tujuan beliau menginstruksikan kami untuk
menghadiri pameran photo up ini selain karena ikut meng-apresiasi tapi juga
untuk menangkap fenomena apa yang ada di pameran ini, seraya menajamkan indra
kami sebagai seorang peneliti.
Baiklah
sebelumnya saya juga sama seperti mas-mas dan mba-mba yang tadinya hanya hilir
mudik memperhatikan foto, karena saya juga tidak begitu mengerti tentang foto
maka saya mulai melihat-lihat foto dari depan pintu masuk. Tiba-tiba perhatian
saya teralihkan kepada satu foto yang ada di ruangan itu, foto itu sederhana
saya tidak memperhatikan judulnya apa hanya begitu saya melihat ada seorang
bapak-bapak yang sedang menaiki satu perahu diatas sungai dan membentangkan
jala nya. Saya memikirkan fokus foto ini adalah jala dan si empunya jala nya
yang sedang membentangkan jala nya. Lensa dan mata kanan berkepala hitam ini
seperti hendak menceritakan laki-laki setengah baya yang ada dalam potret itu ,
nanar matanya yang melihat kedepan menantang matahari dan tubuhnya dengan
sekuat tenaga membentangkan jala agar terbuka lebar dan sekaligus
menyeimbangkan dirinya dengan air berjaga-jaga agar perahu yang dinaiki nya
tidak terbalik. Apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan jala yang membentang dan
laki-laki setengah baya yang ada didalam potret ini, melepas rasa penasaranku
yang memperkirakan judulnya dalam benakku bahwa si mata kanan berkepala hitam
ini hendak menceritakan kisah si laki-laki setengah baya yang setiap waktu nya
membentangkan jala. Benar saja judul dari potret ini adalah “Jala Kehidupan”.
Ketika
saya wawancarai mata kanan berkepala hitam yang mengabadikan potret ini, dia
menjawab bahwa saya ingin menceritakan kehidupan seseorang lain yang tidak
diketahui orang-orang kebanyakan. Selama ini yang banyak ter-ekspose di media
teknologi tinggi adalah kehidupan orang-orang dengan kelas-kelas berbeda,
sekarang saya ingin ceritakan dalam potret ini bagaimana seorang laki-laki
setengah baya menggantungkan kehidupannya dan keluarganya hanya pada bentangan
jala. Di dalam jala ini bagaimana semua nyawa bisa terus hidup, tumbuh dan
berkembang setiap harinya, bagai mana jala ini bisa menampung mimpi-mimpi dari
setiap orang yang ditanggung oleh laki-laki setengah baya ini. Bukan hanya
menampung impiannya tapi mungkin juga membukakan pintu untuk mencapai
impiannya. Kita tidak tahu seberapa besar kelelahan yang ditanggung oleh jala
ini dan kita tidak pernah tau seberapa besar luka yang tergores pada laki-laki
setengah baya ini saat membentangkan jala nya. Kita tidak juga tahu bagaimana
laki-laki ini berusaha sekuat tenaga nya menjaga tubuhnya dalam keseimbangan
agar jala ini tidak terbalik atau jatuh. Nanar matanya tidak menunjukkan
kelelahan, begitu pun jalanya yang berkali-kali dibentangkan tidak berbicara
bahwa dia lelah dan ingin istirahat. Bagaimana jala dan laki-laki paruh baya
ini awalnya saling kenal dan bagaimana sampai seakrab ini , bahkan laki-laki
setengah baya ini mempercayakan kehidupannya pada jalinan benang berlubang ,
jala. Seperti itu lah kira-kira yang ada dibenak saya ketika saya melihat
potret ini dan melihat bagaimana cara mata kanan berkepala hitam saat
menceritakannya.
Begitu
sederhana, hanya dalam ukuran 4X4 kertas foto, dan hanya dengan lensa yang
mempunyai blits dan sesederhana “klik” pada suara kamera, sekejap menggambarkan
segalanya dan bisa dinikmati oleh
semuanya. Hanya dengan melihatnya saja saya bisa merasakan betapa beratnya
setiap harinya yang dia lalui. Juga betapa besarnya keinginan si mata kanan
berkepala hitam ini menceritrakan kehidupan orang lain dalam potret ini. Sederhana
, tapi tidak kecil bahkan bermakna sangat besar apalagi menceritrakan 40 tahun
kehidupan setiap harinya yang dilalui oleh laki-laki paruh baya pemegang jala,
tapi dengan pengemasan sedemikian rupa hal ini bisa dinikmati dan dipamerkan
dalam pameran, jadi bukan hanya dirinya yang bisa menikmati moment ini , semua
orang yang mengahadiri pameran bisa menikmatinya.
Setelah
itu kami diharuskan mengisi satu kertas yang tujuannya untuk mem-voting foto
yang menurut kami bagus dan mungkin akan menjadi foto terpaforit dalam acara
tahun ini. Saya rasa apresiasi ini bagus untuk terus memacu semangat dari
anggota photo UP untuk memaksimalkan karya mereka dan terus mengemasnya
sesederhana mungkin. Terakhir kami diminta untuk berfoto bersama untuk
dokumentasi acara. Saya sangat terkesan dengan acara ini , acara pameran ini
bukan acara yang mudah dilaksanakan oleh mahasiswa tapi dengan kerja keras dan
suatu totalitas, acara ini bisa terlaksana dan dinikmati oleh pengunjung, oh ya
dengar-dengar bukan hanya ada pameran foto saja tapi hiburan berupa musik pun
ada pada saat opening dan workshop tentang photography pun ada. Saya hanya
ingin ini terus diapresiasi oleh teman-teman mahasiswa lainnya dan menjadi
tolak ukur bahwa suatu acara itu dipandang berhasil atau tidak bukan karena
kemahalan dari acaranya dan gengsi yang didapat karena mengundang bintang tamu
ternama, terlebih karena tujuan dan capaian yang menjadi ekspektasi pelaksana
terpenuhi, semoga terus lebih baik lagi dan semoga tidak berhenti sampai
disini, SALAM SOBAT Kaula Muda!
Berikut Foto-foto dalam pameran ,
ada yang saya cantumkan nama nya dan tidak , maklum faktor usia:
1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar